Selametan

Acara Selamatan di sebuah masjid di Cibodas pada tahun 1907, dengan tumpeng sebagai menu utamanya (atas). Makan-makan bersama dalam acara selametan (bawah).

Selamatan atau slametan dalam bahasa Jawa adalah sebuah tradisi ritual yang dilakukan oleh masyarakat Jawa. Selamatan juga dilakukan oleh masyarakat Sunda dan Madura. Selamatan adalah suatu bentuk acara syukuran dengan mengundang beberapa kerabat atau tetangga. Secara tradisional, acara syukuran dimulai dengan doa bersama dengan duduk bersila di atas tikar melingkari nasi tumpeng dengan lauk pauk.[1]

Praktik upacara selamatan sebagaimana yang diungkapkan oleh Hildred Geertz tersebut pada umumnya dianut oleh kaum Islam Abangan, sedangkan bagi kaum Islam Putihan (santri) praktik selametan tersebut tidak sepenuhnya dapat diterima, kecuali dengan membuang unsur-unsur syirik yang menyolok seperti sebutan dewa-dewa dan roh-roh. Oleh karena itu, bagi kaum santri, selamatan adalah upacara doa bersama dengan seorang pemimpin atau modin yang kemudian diteruskan dengan makan-makan bersama sekadarnya dengan tujuan untuk mendapatkan keselamatan dan perlindungan dari Allah Yang Maha Kuasa.[2]

Selamatan dilakukan untuk merayakan hampir semua kejadian, termasuk kelahiran, kematian, pernikahan, pindah rumah, dan sebagainya. Geertz mengkategorikan mereka ke dalam empat jenis utama:

  • Yang berkaitan dengan kehidupan: kelahiran, khitanan, pernikahan, dan kematian
  • Yang terkait dengan peristiwa perayaan Islam
  • Bersih desa ("pembersihan desa"), berkaitan dengan integrasi sosial desa.
  • Kejadian yang tidak biasa misalnya berangkat untuk perjalanan panjang, pindah rumah, mengubah nama, kesembuhan penyakit, kesembuhan akan pengaruh sihir, dan sebagainya.
  1. ^ "Upacara selamatan". 8 August 2012. 
  2. ^ "Unsur dalam Upacara selamatan". 8 August 2012. 

From Wikipedia, the free encyclopedia ยท View on Wikipedia

Developed by Tubidy