Artikel ini memberikan informasi dasar tentang topik kesehatan. |
Alkoholisme | |
---|---|
"Raja Alkohol dan Perdana Menterinya" ca 1820 | |
Informasi umum | |
Nama lain | Sindrom ketergantungan alkohol |
Spesialisasi | Psikiatri, medical toxicology, psikologi, vocational rehabilitation, Narkologi |
Alkoholisme dalam pengertian luas adalah meminum segala bentuk alkohol yang mengakibatkan suatu masalah (definisi dari Organisasi Kesehatan Dunia).[1] Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, alkoholisme diartikan sebagai gaya hidup membudayakan alkohol dan hal kecanduan alkohol.[2] Alkoholisme terbagi menjadi dua jenis, yaitu penyalahgunaan alkohol dan ketergantungan alkohol.[3][4]
Dalam konteks medis, alkoholisme terindikasi saat terpenuhi dua atau lebih kondisi berikut ini: seseorang meminum sejumlah besar dalam rentang waktu yang lama, kesulitan untuk membatasi, memperoleh dan meminum alkohol butuh banyak waktu, sangat menginginkan alkohol, meminum/menggunakan alkohol mengakibatkan tidak terpenuhi tanggung jawab, meminum/menggunakan alkohol mengakibatkan masalah sosial, meminum/menggunakan alkohol mengakibatkan masalah kesehatan, meminum/menggunakan alkohol mengakibatkan situasi yang berbahaya, terjadi sindrom penghentian alkohol, dan terjadi toleransi alkohol (respon tubuh terhadap alkohol lebih tinggi daripada normal).[4] Situasi berbahaya meliputi mengendarai kendaraan bermotor di bawah pengaruh alkohol dan hubungan seksual yang tidak aman.[4] Alkohol dapat berefek pada seluruh bagian tubuh, khususnya otak, jantung, hati, pankreas, dan sistem kekebalan. Alkoholisme dapat mengakibatkan antara lain gangguan mental, Sindrom Wernicke–Korsakoff, detak jantung tidak teratur, gagal hati, dan peningkatan risiko kanker.[5][6] Minum minuman beralkohol selama kehamilan dapat menyebabkan gangguan pada bayi menghasilkan gangguan spektrum alkohol janin.[7] Umumnya perempuan lebih rentan terhadap efek alkohol, baik fisik maupun mental, daripada laki-laki.[8]
Alkoholisme terkait dengan faktor lingkungan dan genetik dengan risiko masing-masing setengahnya. Seseorang yang memiliki salah seorang dari orang tuanya atau saudara kandungnya menderita alkoholisme memiliki kemungkinan tiga atau empat kali menjadi alkoholik.[5] Faktor lingkungan meliputi pengaruh sosial, budaya, dan perilaku.[9] Tingkat stres yang tinggi, sering cemas, dan kemudahan memperoleh alkohol yang murah juga meningkatkan risiko alkoholisme.[5][10] Secara medis alkoholisme dianggap sebagai gangguan fisik dan mental.[11][12] Baik kuesioner maupun tes dara tertentu dapat digunakan untuk mendeteksi orang yang mungkin mengalami alkoholisme. Informasi yang diperoleh kemudian dikumpulkan untuk menentukan diagnosisnya.[5]
Hampir 8% orang dewasa di Amerika Serikat memiliki masalah dalam penggunaan alkohol. Pria 4 kali lebih sering menjadi alkoholik (pecandu alkohol) dibandingkan wanita.
Paparan kronis terhadap etanol, senyawa organik yang terdapat di dalam alkohol, akan merusak mitokondria hepatosit dengan meningkatkan reaksi oksidasi terhadap DNA yang terdapat di dalam mitokondria, yang kemudian berpengaruh pada respirasi seluler pada rantai pernapasan beserta respirasomnya.[13] Disamping itu, etanol juga menginduksi pembentukan ROS dan stres oksidatif.[14]
The World Health Organization defines alcoholism as any drinking which results in problems
H-30.997 Dual Disease Classification of Alcoholism: The AMA reaffirms its policy endorsing the dual classification of alcoholism under both the psychiatric and medical sections of the International Classification of Diseases. (Res. 22, I-79; Reaffirmed: CLRPD Rep. B, I-89; Reaffirmed: CLRPD Rep. B, I-90; Reaffirmed by CSA Rep. 14, A-97; Reaffirmed: CSAPH Rep. 3, A-07)