Nama | |
---|---|
Nama IUPAC
(5R)-[(1S)-1,2-dihidroksetil]-3,4-dihidroksifuran-2(5H)-on
| |
Nama lain
Vitamin C
| |
Penanda Error in template * unknown parameter name (Template:Chembox Identifiers): "ATCCode_suffix; ATCCode_prefix; FEMA" (See parameter list). This message only shows in Pratayang, it will not show after Terbitkan perubahan.
| |
Model 3D (JSmol)
|
|
3DMet | {{{3DMet}}} |
ChemSpider | |
Nomor EC | |
PubChem CID
|
|
Nomor RTECS | {{{value}}} |
| |
| |
Sifat Error in template * unknown parameter name (Template:Chembox Properties): "MeltingPtCH; MeltingPtCL; Melting_notes" (See parameter list). This message only shows in Pratayang, it will not show after Terbitkan perubahan.
| |
C6H8O6 | |
Massa molar | 176,12 g·mol−1 |
Penampilan | Padatan putih kekuningan |
Densitas | 1,65 g/cm3 |
33 g/100 ml | |
Kelarutan dalam etanol | 2 g/100 ml |
Kelarutan dalam gliserol | 1 g/100 ml |
Kelarutan dalam propilena glikol | 5 g/100 ml |
Kelarutan dalam [[{{{Solvent4}}}]] | tak larut dalam dietil eter, kloroform, benzena, minyak, lemak |
Keasaman (pKa) | 4,10 (pertama), 11,6 (kedua) |
Bahaya Error in template * unknown parameter name (Template:Chembox Hazards): "ExternalMSDS; Autoignition" (See parameter list). This message only shows in Pratayang, it will not show after Terbitkan perubahan.
| |
Dosis atau konsentrasi letal (LD, LC): | |
LD50 (dosis median)
|
11,9 g/kg (oral, tikus)[1] |
Kecuali dinyatakan lain, data di atas berlaku pada suhu dan tekanan standar (25 °C [77 °F], 100 kPa). | |
verifikasi (apa ini ?) | |
Referensi | |
Asam askorbat adalah salah satu senyawa kimia yang disebut vitamin C, selain asam dehidroaskorbat. Ia berbentuk bubuk kristal kuning keputihan yang larut dalam air dan memiliki sifat-sifat antioksidan. Nama askorbat berasal dari akar kata a- (tanpa) dan scorbutus (skurvi), penyakit yang disebabkan oleh defisiensi vitamin C. Pada tahun 1937, hadiah Nobel dalam bidang kimia diberikan kepada Walter Haworth atas hasil kerjanya dalam menentukan struktur kimia asam askorbat. Pada saat penemuannya pada tahun 1920-an, ia disebut sebagai asam heksuronat oleh beberapa peneliti.[2]
Pada umumnya sel eukariota dengan inti sel memiliki konsentrasi asam askorbat yang jauh lebih pekat, yang diserap melalui transporter SVCT1 atau/dan SVCT2, dibandingkan dengan konsentrasi pada eritrosit maupun konsentrasi di dalam plasma darah.[3] Misalnya pada konsentrasi plasma atau eritrosit sekitar 40–80 μM, konsentrasi asam askorbat pada sitoplasma limfosit dapat mencapai 4 mM. Di antara para mamalia, manusia memiliki rasio plasma asam askorbat lebih kecil dan asam urat lebih tinggi, oleh karena mutasi genetik dengan ekspresi oksidase L-gulonolakton dan urikase.[4]
Asam askorbat merupakan antioksidan menakjubkan yang melindungi sel dari stres ekstraselular, dengan peningkatan proliferasi sel endotelial, stimulasi sintesis kolagen tipe IV, degradasi oksidasi LDL, menghambat aterosklerosis dan stres intraselular dengan memelihara kadar α-tocopherol pada eritrosit dan neuron,[5] dan melindungi hepatosit dari stress oksidatif akibat paparan alkohol alil. Sifat antioksidan tersebut berasal dari gugus hidroksil dari nomor C 2 dan 3 yang mendonorkan ion H+ bersama-sama dengan elektronnya menuju ke berbagai senyawa oksidan seperti radikal bebas dengan gugus oksigen atau nitrogen, peroksida dan superoksida. Meskipun demikian, di dalam sitoplasma dengan konsentrasi senyawa Fe yang tinggi, asam askorbat dapat bersifat pro-oksidan oleh karena reaksi redoks Fe3+ menjadi Fe2+ yang mencetuskan senyawa superoksida dan pada akhirnya menjadi radikal bebas dengan gugus hidroksil yang sangat reaktif.[3] Vasodilasi/penyempitan pembuluh darah yang umumnya disebabkan oleh turunnya sekresi NO oleh sel endotelial juga dapat diredam asam askorbat dengan meningkatkan sekresi NO oleh sel endotelial melalui lintasan NO sintase atau siklase guanilat, mengreduksi nitrita menjadi NO, dan menghambat oksidasi LDL.[6]
Asam askorbat juga memainkan peran yang sangat penting sebagai koenzim dan pendonor elektron di dalam reaksi organik enzimatik dioksigenase seperti hidroksilasi pada karnitina, EGF; atau mono- dan di-oksigenasi pada berbagai neurotransmiter dan sintesis hormon peptida, noradrenalin, kolesterol dan asam amino;[5] demetilasi histon dan asam nukleat; dealkilasi oksidatif DNA; meningkatkan kualitas asam suksinat, asam malat dan gliserol 3-fosfat di dalam mitokondria; homeostasis gaya gerak proton; deglikanasi senyawa proteoglikan; menangkap ROS berlebih hingga menurunkan stres oksidatif.[7] Salah satu fungsi kofaktor yang sangat dikenal adalah dengan hidroksilase prolil dan lisil yang mengkopling hidroksilasi pada hypoxia-inducible factor-1α dan prokolagen.
Oleh karena kapasitasnya sebagai antioksidan yang meredam spesi oksigen reaktif yang dapat menyebabkan hipertensi, asam askorbat sering dianggap dapat menurunkan tekanan darah tinggi. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa asam askorbat dapat menurunkan rasio plasma C-reactive protein, 8-isoprostane, dan malondialdehyde-modified LDL, meskipun tidak selalu diiringi oleh penurunan tekanan darah.[8]
Asam askorbat juga digunakan sebagai terapi anti kanker pada jenis-jenis tertentu oleh karena sifatnya yang menekan sitokina IL-18 dan enzim hialuronidase pada degradasi asam hialuronat[9] guna mencegah metastasis,[10] stimulasi kolagen untuk mengisolasi sel tumor in vivo, mencegah efek onkogenik virus dan karsinogen. Asam askorbat diketahui bersifat toksik terhadap beberapa jenis sel kanker, namun tidak bersifat demikian terhadap sel normal tubuh. Studi klinis menunjukkan bahwa pemberian vitamin C dosis tinggi, baik melalui injeksi maupun asupan, dapat meredakan simtoma patogen dan memperpanjang harapan hidup penderita kanker stadium lanjut, seperti RCC, tumor kandung kemih, limfoma sel B.[11]
Menurut beberapa jurnal, kulit juga memilki kadar vitamin C yang tinggi, akan tetapi seiring bertambahnya usia dan akibat paparan sinar matahari yang berakibat pada penuaan atau photoaging, kadar vitamin C tersebut menurun[12]. Berdasarkan fungsi-fungsi yang telah diketahui, penambahan vitamin C pada perawatan wajah memiliki banyak fungsi dan manfaat, beberapa berfokus pada formasi kolagen yang dibantu oleh vitamin C dan antioksidan. Derivat vitamin C juga diketahui dapat menghambat pembentukan melanin atau melanogenesis[13]
Early clinical studies showed that high-dose vitamin C, given by intravenous and oral routes, may improve symptoms and prolong life in patients with terminal cancer. At concentrations above 1000 μmol/L, vitamin C is toxic to some cancer cells but not to normal cells in vitro.