Badak sumatra[1] | |
---|---|
Emi dan Harapan, dua ekor badak sumatra di Kebun Binatang Cincinnati | |
Klasifikasi ilmiah | |
Domain: | Eukaryota |
Kerajaan: | Animalia |
Filum: | Chordata |
Kelas: | Mammalia |
Ordo: | Perissodactyla |
Famili: | Rhinocerotidae |
Genus: | Dicerorhinus Gloger, 1841 |
Spesies: | D. sumatrensis
|
Nama binomial | |
Dicerorhinus sumatrensis | |
Subspesies | |
|
Badak sumatra, juga dikenal sebagai badak berambut atau badak Asia bercula dua (Dicerorhinus sumatrensis),[5] merupakan spesies langka dari famili Rhinocerotidae dan termasuk salah satu dari lima spesies badak yang masih lestari. Badak sumatra merupakan satu-satunya spesies yang tersisa dari genus Dicerorhinus. Spesies ini merupakan jenis badak terkecil, meskipun masih tergolong hewan mamalia yang besar. Tingginya 112-145 cm sampai pundak, dengan panjang keseluruhan tubuh dan kepala 2,36-3,18 m, serta panjang ekor 35–70 cm. Beratnya dilaporkan berkisar antara 500 sampai 1.000 kg, dengan rata-rata 700–800 kg, meskipun sebuah catatan melaporkan mengenai seekor spesimen dengan berat 2.000 kg. Sebagaimana spesies badak Afrika, badak sumatra memiliki dua cula; yang lebih besar adalah cula pada hidung, biasanya 15–25 cm, sedangkan cula yang lain biasanya berbentuk seperti sebuah pangkal. Sebagian besar tubuh badak sumatra diselimuti rambut berwarna cokelat kemerahan.
Spesies ini pernah menghuni hutan hujan, rawa, dan hutan pegunungan di India, Bhutan, Bangladesh, Myanmar, Laos, Thailand, Malaysia, Indonesia, dan Tiongkok. Dalam sejarahnya, badak sumatra dahulu tinggal di bagian barat daya Tiongkok, khususnya di Sichuan[6][7] Mereka sekarang terancam punah, dengan hanya enam populasi yang cukup besar di alam liar: empat di Sumatra, satu di Kalimantan, dan satu di Semenanjung Malaysia. Jumlah badak sumatra sulit ditentukan karena mereka adalah hewan penyendiri yang tersebar secara luas, tetapi dapat diperkirakan kalau jumlahnya kurang dari 100 ekor. Ada keraguan mengenai kelangsungan hidup populasinya di Semenanjung Malaysia, dan salah satu populasi di Sumatra mungkin sudah punah. Jumlah mereka saat ini mungkin hanya 80 ekor.[8] Pada tahun 2015, para peneliti mengumumkan bahwa badak sumatra timur di bagian utara Kalimantan (Sabah, Malaysia) telah punah.[9]
Dalam sebagian besar masa hidupnya, badak sumatra merupakan hewan penyendiri, kecuali selama masa kawin dan memelihara keturunan. Mereka merupakan spesies badak yang paling vokal dan juga berkomunikasi dengan cara menandai tanah dengan kakinya, memelintir pohon kecil hingga membentuk pola, dan meninggalkan kotorannya. Spesies ini jauh lebih sering dikaji daripada badak jawa yang sama tertutupnya. Banyaknya kajian mengenai badak sumatra merupakan dampak tidak langsung dari sebuah program pelestarian yang membawa 40 badak sumatra ke dalam konservasi ex-situ. Sedikit sekali pengetahuan mengenai prosedur yang diharapkan dapat membantu perkembangbiakan ex situ badak sumatra. Sejumlah badak mati di beberapa lokasi tujuan penangkaran, dan tak ada satupun bayi badak yang dilahirkan selama hampir 20 tahun. Populasi yang tersisa kini terisolasi di dalam habitat mereka yang semakin gundul.[10] Pada bulan Maret 2016, seekor badak sumatra terpantau kamera di wilayah Kalimantan.[11]
<ref>
tidak sah;
tidak ditemukan teks untuk ref bernama IUCN
<ref>
tidak sah;
tidak ditemukan teks untuk ref bernama Taxhistory