Brahma (Buddhisme)

Alam-alam kehidupan menurut Buddhisme
Brahma
Brahma (Phra Phrom) di Wat Yannawa, Bangkok, Thailand
Sanskertaब्रह्मा
Brahmā
PāliBrahma, Brahmā
Birmaဗြဟ္မာ
Tionghoa梵天
(Pinyin: Fàntiān)
Jepang梵天ぼんてん
(romaji: Bonten)
Korea범천
(RR: Beom Cheon)
Thaiพระพรหม
Phra Phrom
Tibetཚངས་པ་
Wylie: tshangs pa
THL: tsangpa
VietnamPhạm Thiên
Sinhalaබ්‍රහ්මයෝ

Brahma, dalam Buddhisme, adalah sebutan untuk makhluk dewa yang berkedudukan lebih tinggi dan menempati Alam Brahma (brahmaloka).[1][2] Brahma dikenal sebagai pelindung Dhamma (dharmapala).[3]

Meskipun serupa dengan makhluk di agama Hindu, brahma tidak pernah diyakini sebagai Tuhan atau dewa pencipta dalam kitab-kitab Buddhis awal.[4] Buddha juga menekankan pemaknaan sifat-sifat luhur (Brahmavihāra) versi-Nya, yaitu cinta kasih (mettā), belas kasihan (karuṇā), kegembiraan simpatik (mudita), dan ketenangan batin (upekkhā).[5] Meskipun para brahma mungkin memiliki kesaktian tertentu dan berumur panjang, mereka tidak kekal, tidak Maha Kuasa, dan tidak Maha Sempurna. Dalam tradisi Buddhis, Brahma Sahampati[6] muncul di hadapan Buddha dan memohon kepada-Nya untuk membabarkan Dhamma ketika Buddha telah mencapai kecerahan.[3] Seorang manusia, dengan kebajikan, juga mungkin terlahir kembali ke Alam Brahma.

Alam tempat tinggal para brahma adalah bagian dari kosmologi Buddhis.[7] Brahma merupakan penguasa atas Alam Kehidupan yang disebut Brahmaloka,[2] alam untuk kelahiran kembali yang paling didambakan dalam tradisi-tradisi Buddhis.[8][9][10] Brahma umumnya digambarkan dalam budaya Buddhis sebagai makhluk dengan empat wajah dan empat lengan, dan berbagai variannya juga dapat ditemukan dalam budaya Buddhis Theravāda dan Mahāyāna.[3]

Sementara itu, Buddhisme awal secara moral tidak mengecam pemberian persembahan secara damai kepada para brahma. Sepanjang sejarah Buddhisme, pemujaan brahma, sering kali berasal dari keyakinan pra-Buddhis, kemudian disesuaikan menjadi praktik dan kepercayaan Buddhis. Sebagai bagian dari proses itu, brahma tersebut dinyatakan sebagai bawahan dari Tiga Permata.[11]

  1. ^ Bonten Diarsipkan 2017-12-01 di Wayback Machine. Nichiren Buddhism Library, Soka Gakkai
  2. ^ a b Yuvraj Krishan (1996). The Buddha Image: Its Origin and Development. Bharatiya Vidya Bhavan. hlm. 120. ISBN 978-81-215-0565-9. 
  3. ^ a b c Robert E. Buswell Jr.; Donald S. Lopez Jr. (2013). The Princeton Dictionary of Buddhism. Princeton University Press. hlm. 141–142. ISBN 978-1-4008-4805-8. 
  4. ^ Peter Harvey (2013). An Introduction to Buddhism: Teachings, History and Practices. Cambridge University Press. hlm. 37–38. ISBN 978-0-521-85942-4. 
  5. ^ Gananath Obeyesekere (2006). Karma and Rebirth: A Cross Cultural Study. Motilal Banarsidass. hlm. 177–179. ISBN 978-81-208-2609-0. 
  6. ^ "Ayacana Sutta: The Request". www.accesstoinsight.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-01-08. 
  7. ^ Robert E. Buswell Jr.; Donald S. Lopez Jr. (2013). The Princeton Dictionary of Buddhism. Princeton University Press. hlm. 142, Article on brahmaloka. ISBN 978-1-4008-4805-8. 
  8. ^ Trainor, Kevin (2004), Buddhism: The Illustrated Guide, Oxford University Press, hlm. 62, ISBN 978-0-19-517398-7 
  9. ^ Merv Fowler (1999). Buddhism: Beliefs and Practices. Sussex Academic Press. hlm. 65. ISBN 978-1-898723-66-0. [pranala nonaktif permanen], Quote: "For a vast majority of Buddhists in Theravadin countries, however, the order of monks is seen by lay Buddhists as a means of gaining the most merit in the hope of accumulating good karma for a better rebirth."
  10. ^ Christopher Gowans (2004). Philosophy of the Buddha: An Introduction. Routledge. hlm. 169. ISBN 978-1-134-46973-4. 
  11. ^ Buswell, Robert E., ed. (2004). Encyclopedia of Buddhism. New York: Macmillan Reference, USA. hlm. 467. ISBN 978-0-02-865718-9. 

From Wikipedia, the free encyclopedia · View on Wikipedia

Developed by Tubidy