Busur Sunda adalah sebuah busur vulkanik yang membuat adanya pulau Sumatra, Jawa, selat Sunda dan kepulauan Nusa Tenggara. Rantai gunung berapi membentuk punggung topografi di pulau-pulau tersebut. Celah tersebut menandai batas konvergen aktif antara lempengan Eurasia Timur dengan lempengan India dan lempengan Australia.
Busur ini bersifat sangat aktif dan sering terjadi gempa besar. Busur ini meliputi Indonesia bagian barat. Terbentuk dari dua lempeng yakni lempeng Eurasia dan lempeng Indo-Australia, dimana lempeng Indo-Australia menunjam ke bawah lempeng Eurasia. Kemiringan letak pulau sumatera diakibatkan dari sudut penunjaman lempeng Indo-Australia dengan Eurasia. Berbeda dengan pulau Jawa yang sudutnya sejajar atau paralel dengan ekuator.
Kecepatan pergerakan lempeng Eurasia dengan Indo-Australia ialah berbeda-beda. Konsekuensinya apabila kecepatan ini berbeda beda maka di dalam lempeng dapat terjadi segmentasi di antara kedua lempeng atau berpisah dengan kecepatan dan arahnya masing masing. Kecepatan pergerakan di sekitar pulau Andaman berkisar 50 mm/tahun. Sementara itu, di daerah barat Sumatera Selatan berkisar 60 mm/tahun. Sementara kecepatan pergerakan lempeng di selatan pulau Jawa berkisar antara 70 mm/tahun. Konsekuensi dari perbedaan kecepatan ini adalah adanya segmentasi.
Pada bagian ujung tenggara lempeng Eurasia terdapat kraton Sunda, yang sebagian dari kraton Sunda tersebut menempati sebagian pulau Sumatra. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pulau Sumatra merupakan bagian dari lempeng Eurasia yang dulunya merupakan daratan, bukan hasil dari proses subduksi. Itulah kenapa Sumatra disebut busur benua. Hal ini dapat dibuktikan dengan penemuan formasi batuan granit yang bersifat asam. Formasi batuan granit ini merupakan formasi batuan tertua di pulau Sumatra. Pulau Sumatra sendiri bergerak dari utara Australia.
Busur Sunda terbentuk dari pertemuan antara lempeng Indo-Australia yang menunjam lempeng Eurasia. Lempeng Indo-Australia menunjam Indonesia dengan kecepatan 6–7 cm per tahunnya, letak penunjaman tersebut di bawah Jawa dan Sumatra. Arah subduksi di Jawa hampir tegak lurus dengan palung Jawa sebagai jalur subduksi, sehingga disebut subduksi tegak (normal subduction). Di samping busur Sunda terdapat paparan Sunda yang stabil, pulau Sumatra sudah ada sebelum proses subduksi sehingga disebut busur benua bukan busur kepulauan, hal ini dibuktikan oleh Hamilton (1979), yang menemukan batuan granit berumur 240 juta tahun atau pada zaman Trias. Sedangkan proses subduksi dimulai pada zaman kretasius atau 100 juta tahun yang lalu. Kenampakan sistem subduksi, yaitu outer rise, palung, punggungan busur luar, cekungan busur luar, punggungan busur dalam, cekungan busur dalam berkembang dengan sangat jelas melintang pulau Jawa dan Sumatra. Sedangkan untuk ciri-ciri tektonik di busur Sumatra adalah bukit barisan, sesar Sumatra, cekungan minyak, ngarai, dan pegunungan vulkanik. Busur Sunda dapat dibagi menjadi 2 yaitu Busur Sunda Barat dan Busur Sunda Timur.