Emmanuelle Charpentier | |
---|---|
Lahir | 11 Desember 1968 Juvisy-sur-Orge, Prancis |
Kebangsaan | Prancis |
Almamater | Universitas Pierre dan Marie Curie (saat ini Fakultas Sains Universitas Sorbonne) Institut Pasteur |
Dikenal atas | CRISPR[1] |
Penghargaan | Penghargaan Louis-Jeantet untuk Kedokteran (2015)[2] |
Karier ilmiah | |
Bidang | |
Institusi | Universitas Wina Universitas Umeå Perkumpulan Max Planck |
Situs web | www |
Emmanuelle Charpentier (lahir 11 Desember 1968) adalah seorang ahli biokimia, mikrobiologi, dan genetika berkebangsaan Prancis.[1] Emmanuelle menempuh pendidikannya di Universitas Pierre dan Marie Curie Paris dan berhasil mendapatkan gelarnya dalam bidang biokimia pada tahun 1991, diikuti dengan gelar Ph.D. di bidang mikrobiologi dari Institut Pasteur pada tahun 1995.[3]
Selepas menyelesaikan studi doktoralnya, Emmanuelle Charpentier melanjutkan risetnya ke Amerika Serikat pada tahun 1996 hingga 2002. Kota pertama yang ia kunjungi di Amerika Serikat adalah New York dan yang kedua adalah Memphis. Selepas menyelesaikan risetnya di Amerika Serikat, Emmanuelle Charpentier kembali ke Eropa dan membuat sebuah kelompok di Universitas Wina yang pada akhirnya menjadi Kepala Laboratorium Max F. Perutz.[3]
Pada tahun 2009, Emmanuelle Charpentier pindah ke Universitas Umeå di Swedia dan membuat sebuah proyek menggunakan CRISPR yang menghasilkan sebuah penemuan mengenai peran penting molekul RNA CRISPR pengaktivasi-trans (tracrRNA) dalam sistem imun bakteri. Dari penemuan ini, Emmanuelle Charpentier dipertemukan dengan Jennifer Doudna dan membuat sebuah penelitian bersama mengenai potensi dari sistem CRISPR-Cas9 dalam rekayasa genetika yang kemudian didemonstrasikan pada tahun 2012.[3]
Selepas melakukan risetnya di Umeå, Charpentier kemudian pindah ke Jerman dan menjadi direktur di Institut Max Plank untuk Biologi Infeksi Berlin sejak 2015. Dari seluruh riset yang telah ia lakukan, Emmanuelle Charpentier mendapat banyak penghargaan. Beberapa penghargaan tersebut adalah Penghargaan Breakthrough dalam Ilmu Kehidupan, Penghargaan Yayasan Warren Alpert, Penghargaan Novozymes, dan Penghargaan Kavli.[3] Pada tahun 2020, dia berhasil mendapatkan hadiah dan Penghargaan Nobel Kimia bersama Jennifer Doudna untuk hasil karya mereka dalam pengembangan dan metode pengeditan genom.[4]