Etika deontologis atau deontologi adalah pandangan etika normatif yang menilai moralitas suatu tindakan berdasarkan kepatuhan pada peraturan.[1] Etika ini kadang-kadang disebut etika berbasis "kewajiban" atau "obligasi" karena peraturan memberikan kewajiban kepada seseorang. Etika deontologis biasanya dianggap sebagai lawan dari konsekuensialisme, etika pragmatis, dan etika kebajikan.[2] Etika Deontologi Kant bersumber kepada 3 (tiga) eksistensi Metafisis yaitu Kebebasan, Keabadian dan Tuhan. Ketiga ide inilah yang menjadi dasar dari Kehendak baik manusia yang mendorongnya untuk bermoral.[3] Menurut Kant, ketiga ide ini bersifat intuitif, alamiah dan bernilai intrinsik, sehingga dapat disimpulkan bahwa manusia sebagai mahluk moral. Hanya saja, di dalam upaya untuk mengembangkan moralitasnya manusia sering terbentur kepada kenyataan dirinya sendiri serta keberadaannya di tengah tengah manusia lainnya, sehingga akan menimbulkan perdebatan etika tentang ukuran baik dan buruk menurut sudut pandangan masing-masing individu.[4] Padahal paham deontologi mengatakan bahwa etis tidaknya suatu tindakan tidak ada kaitannya sama sekali dengan tujuan, konsekuensi atau akibat dari tindakan tersebut. Konsekuensi suatu tindakan tidak boleh menjadi pertimbangan untuk menilai etis atau tidaknya suatu tindakan. Suatu perbuatan tidak pernah menjadi baik karena hasilnya baik. Hasil baik tidak pemah menjadi alasan untuk membenarkan suatu tindakan, melainkan hanya kisah terkenal Robinhood yang merampok kekayaan orang-orang kaya dan hasilnya dibagikan kepada rakyat miskin.[5]