Genosida Rwanda | |
---|---|
Bagian dari Perang Saudara Rwanda | |
Lokasi | Rwanda |
Tanggal | 7 April – 15 Juli 1994 |
Sasaran | Orang Tutsi dan Hutu moderat |
Jenis serangan | Genosida, pembunuhan massal, pemerkosaan genosidal |
Korban tewas | Perkiraan:
491.000–800.000 Tutsi[1] & 10.000 Twa[2] |
Korban | 250.000 sampai 500.000 perempuan Tutsi diperkosa selama genosida.[3] |
Pelaku |
|
Motif | Sentimen anti-Tutsi, Hutu Power |
Genosida Rwanda |
---|
Latar belakang |
Sejarah Rwanda · Asal Tutsi dan Hutu · Kerajaan Rwanda · Perang Sipil Rwanda · Kekuasaan Hutu · Pembunuhan Habyarimana |
Peristiwa |
Peristiwa awal · Pembantaian Nyarubuye · Kronologi Genosida Rwanda |
Partai yang bertanggungjawab |
Genocidaires: Hutu Power Media: |
Tanggapan |
Pemberontakan: Komunitas Internasional: |
Efek |
Krisi pengungsi Danau Besar · Pengadilan Gacaca · International Criminal Tribunal · Perang Kongo ke-1 / Perang Kongo ke-2 |
Sumber |
Bibliografi · |
Filmografi |
Bagian dari seri tentang |
Genosida |
---|
Isu |
Genosida pribumi |
Kolonisasi Amerika oleh bangsa Eropa
|
Genosida Soviet |
Holokaus Nazi dan genosida (1941–1945) |
Perang Dingin |
|
Genosida kontemporer |
|
Topik terkait |
Kategori |
Genosida Rwanda, juga dikenal sebagai genosida terhadap Tutsi adalah pembersihan etnis yang terjadi antara 7 April dan 15 Juli 1994 selama Perang Saudara Rwanda.[4] Selama periode sekitar 100 hari ini, anggota kelompok etnis minoritas Tutsi, serta beberapa Hutu dan Twa moderat, dibunuh oleh milisi bersenjata Hutu. Meskipun Konstitusi Rwanda menyatakan bahwa lebih dari 1 juta orang tewas dalam genosida, jumlah sebenarnya dari korban tidak diketahui, dan beberapa perkiraan menunjukkan bahwa jumlah sebenarnya yang terbunuh kemungkinan besar lebih rendah.[5][6][7] Perkiraan ilmiah yang paling diterima secara luas adalah sekitar 500.000 hingga 800.000 kematian orang Tutsi.[8]
Pada tahun 1990, Front Patriotik Rwanda (FPR), sebuah kelompok pemberontak yang sebagian besar terdiri dari pengungsi Tutsi, menginvasi Rwanda utara dari markas mereka di Uganda, yang mengakibatkan pecahnya Perang Saudara Rwanda. Dalam upaya untuk mengakhiri perang dengan damai, pemerintah Rwanda yang dipimpin oleh presiden Hutu, Juvénal Habyarimana[9] menandatangani Perjanjian Arusha dengan FPR pada tanggal 4 Agustus 1993. Katalisnya adalah pembunuhan Habyarimana pada tanggal 6 April 1994, menciptakan kekosongan kekuasaan dan mengakhiri perjanjian perdamaian. Pembunuhan massal dimulai keesokan harinya ketika tentara, polisi, dan milisi mayoritas Hutu membunuh para pemimpin militer dan politik penting Tutsi dan Hutu moderat.
Skala dan kebrutalan genosida menyebabkan guncangan di seluruh dunia, namun tidak ada negara yang secara tegas menghentikan pembunuhan tersebut.[10] Sebagian besar korban dibunuh di desa atau kota mereka sendiri, banyak di antara mereka yang dibunuh oleh tetangga dan sesama penduduk desa. Geng Hutu mencari korban yang bersembunyi di gereja dan gedung sekolah. Milisi membunuh korbannya dengan parang dan senapan.[11] Kekerasan seksual merajalela, dengan perkiraan 250.000 hingga 500.000 perempuan diperkosa selama genosida.[3] Dengan demikian, FPR kembali melanjutkan pemberontakan mereka dan merebut seluruh wilayah pemerintah, mengakhiri genosida dan memaksa pemerintah dan pelaku genosida melarikan diri ke Zaire (sekarang Republik Demokratik Kongo).
Genosida mempunyai dampak yang membekas dan mendalam. Pada tahun 1996, pemerintah Rwanda yang dipimpin FPR melancarkan serangan ke Zaire, rumah bagi para pemimpin mantan pemerintahan Rwanda di pengasingan dan banyak pengungsi Hutu, yang memicu Perang Kongo Pertama dan menewaskan sekitar 200.000 orang. Saat ini, Rwanda memiliki dua hari libur umum untuk memperingati genosida tersebut, dan "ideologi genosida" dan "divisionisme" merupakan pelanggaran pidana.[12][13]
<ref>
tidak sah;
tidak ditemukan teks untuk ref bernama AmericanUniversity
Despite the various methodological disagreements among them, none of the scholars who participated in this forum gives credence to the official figure of 1,074,107 victims... Given the rigour of the various quantitative methodologies involved, this forum's overarching finding that the death toll of 1994 is nowhere near the one-million-mark is – scientifically speaking – incontrovertible.
The government eventually settled on 'more than a million', a claim which few outside Rwanda have taken seriously.
In comparison with estimates at the higher and lower ends, my estimate is significantly lower than the Government of Rwanda's genocide census figure of 1,006,031 Tutsi killed. I believe this number is not credible.