Hak asasi manusia |
---|
Kategorisasi |
Instrumen utama |
Instrumen regional |
Hari Hak Asasi Manusia |
Hak minoritas adalah hak individu maupun kolektif yang dimiliki oleh sekelompok masyarakat minoritas yang didasarkan kepada rekognisi bahwa masyarakat minoritas merupakan kelompok masyarakat yang lebih sering terancam dibanding kelompok masyarakat mayoritas.[1] Sepanjang sejarah, masyarakat minoritas sering mendapatkan pelbagai ancaman diskriminasi, asimilasi paksa, persekusi, dan kekerasan akibat dari status mereka.[2] Oleh karena itu, hak minoritas ada untuk menjamin bahwa mereka mendapatkan kesetaraan dengan kelompok masyarakat lainnya.
Hak-hak minoritas ini biasanya berfokus pada beberapa hal seperti kebebasan untuk mengekspresikan kebudayaannya, hak mereka untuk menggunakan bahasa mereka, hak mereka untuk meyakini dan mempraktikkan agama mereka, hak mereka untuk mendapatkan kebebasan berekspresi dan berkumpul. Serta hak kebebasan untuk mendapatkan kesempatan yang sama dalam pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan publik.[1]
Minoritas sering menjadi fokus dari kekerasan disaat terjadi peperangan. Seperti penggunaan gas beracun kepada orang kurdi disaat perang Iran-Irak.[3] Namun hal ini tidak terjadi hanya pada saat peperangan, ancaman terhadap minoritas juga meningkat di masa damai seiring dengan meningkatnya populisme yang biasanya menyerang hak-hak minoritas.[4] Hal ini terjadi seperti disaat meningkatnya islamofobia di negara-negara barat. Di negara berkembang, ancaman terhadap minoritas lebih tampak seiring dengan pesatnya pertumbuhan ekonomi. Seperti masyarakat penganut keagamaan di Indonesia yang sering mendapatkan perlawanan ketika akan membangun tempat ibadah mereka.[5] Pada beberapa negara, tidak terpenuhinya hak minoritas seperti ini dapat memicu perlawanan bersenjata seperti yang terjadi di Myanmar.
Rekognisi atas hak-hak minoritas sudah muncul seiring dengan bermunculannya negara kebangsaan, dimana kelompok-kelompok non-mayoritas melakukan usaha untuk menjaga agama, budaya, dan etnik mereka. Dalam hukum internasional, rekognisi dan perlindungan hak minoritas dimulai dengan dikeluarkannya "traktat minoritas" oleh Liga Bangsa-Bangsa.[6] Traktat ini merupakan trakat menyangkut minoritas pertama dalam sejarah manusia. Dengan melemahnya liga bangsa-bangsa, trakat ini juga menjadi tidak berguna dan tidak dapat ditegakkan.[7] Ketika Perserikatan Bangsa-Bangsa didirikan pada 1945, mereka juga menghasilkan bermacam-macam norma, prosedur, dan mekanisme yang berkaitan dengan minoritas. Namun, pada prakteknya, hak minoritas masih jauh dari realisasi.[8]
Hak minoritas bukanlah suatu privilese, tapi merupakan suatu tindakan untuk menjamin kesetaraan untuk anggota dari berbagai komunitas. Hak-hak ini mengakomodasi kelompok rentan dan membawa seluruh anggota kelompok masyarakat untuk mendapatkan kesetaraan dalam menjalankan kehidupannya.[1]
Perlindungan atas hak-hak minoritas dapat dicapai dengan toleransi dan dialog terutama dengan memahami sejarah, budaya, bahasa, dan agama kelompok minoritas. Dengan mendorong adanya kesepahaman dan rasa saling menghormati, kelompok-kelompok yang membentuk suatu masyarakat akan dapat saling bekerja sama dan tetap saling mempertahankan identitas mereka.[9] Hal ini dapat menciptakan perdamaian dan kemajuan masyarakat yang berkelanjutan.[2]