Hati nurani

Lukisan berjudul "Orang Samaria yang Baik Hati" karya Vincent van Gogh tahun 1890 yang dimuseumkan di Museum Kröller-Müller

Hati nurani adalah suatu proses kognitif yang menghasilkan perasaan dan pengaitan secara rasional berdasarkan pandangan moral atau sistem nilai seseorang. Hati nurani berbeda dengan emosi atau pikiran yang muncul akibat persepsi indrawi atau refleks secara langsung, seperti misalnya tanggapan sistem saraf simpatis. Dalam bahasa awam, hati nurani sering digambarkan sebagai sesuatu yang berujung pada perasaan menyesal ketika seseorang melakukan suatu tindakan yang bertentangan dengan nilai moral mereka. Nilai moral seorang individu serta ketidaksesuaiannya dengan penafsiran pemikiran moral keluarga, sosial, budaya, maupun sejarah, dipelajari dalam studi relativisme budaya dalam bidang dan praktik psikologi. Sejauh mana peran hati nurani dalam menggerakkan penilaian moral seseorang sebelum bertindak dan apakah penilaian moral tersebut memang atau sebaiknya didasarkan pada akal budi, telah memercik perdebatan yang sengit antara filsafat Barat melawan teori-teori romantisme dan gerakan reaksioner lainnya setelah berakhirnya Abad Pertengahan.

Pandangan keagamaan tentang hati nurani umumnya mengatakan bahwa hati nurani terkait dengan suatu moralitas yang melekat dalam diri semua manusia, melekat dengan sebuah alam semesta yang baik, atau melekat kepada pengada yang bersifat ketuhanan. Berbagai sifat agama, yaitu sifat ritualistis, mitis, doktrinal, institusional, dan material, mungkin tidak selalu sejalan dengan pertimbangan pengalaman, emosional, spiritual, atau kontemplatif mengenai asal mula dan cara kerja hati nurani.[1] Pandangan sekuler atau ilmiah umumnya menyatakan bahwa hati nurani mungkin ditentukan secara genetis, sementara subjek-subjek hati nurani kemungkinan dipelajari atau merupakan hasil imprinting sebagai bagian dari budaya.[2]

Metafora yang biasanya digunakan untuk hati nurani adalah "suara hati",[3] sementara Sokrates bergantung kepada sesuatu yang disebut oleh orang-orang Yunani Kuno dengan nama "suara daimonik", yakni semacam suara hati yang menjauhkan diri (ἀποτρεπτικός, apotreptikos) dari kesalahan dan hanya terdengar saat ia akan membuat kesalahan.[4] Hati nurani, sebagaimana digambarkan dalam artikel di bawah ini, adalah sebuah konsep dalam hukum nasional dan internasional,[5] semakin sering dianggap sebagai konsep yang berlaku di seluruh dunia,[6] serta telah mendorong banyak tindakan terkenal yang dilakukan demi kebaikan bersama.[7] Hati nurani juga merupakan topik bahasan dalam berbagai karya sastra, musik, dan film.[8]

  1. ^ Ninian Smart. The World's Religions: Old Traditions and Modern Transformations. Cambridge University Press. 1989. hlm. 10–21.
  2. ^ Peter Winch. Moral Integrity. Basil Blackwell. Oxford. 1968
  3. ^ Rosemary Moore. The Light in Their Consciences: The Early Quakers in Britain 1646–1666. Pennsylvania State University Press, University Park, PA. 2000. ISBN 978-0-271-01988-8,
  4. ^ Ioanes Rakhmat. Sokrates Dalam Tetralogi Plato Diarsipkan 2023-08-17 di Wayback Machine.. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 2009. hlm. 15.
  5. ^ United Nations. Universal Declaration of Human Rights, G.A. res. 217A (III), U.N. Doc A/810 at 71 (1948). http://www.un.org/en/documents/udhr/ Diarsipkan 2011-02-27 di Wayback Machine. diakses 22 Oktober 2009.
  6. ^ Booth K, Dunne T and Cox M (eds). How Might We Live? Global Ethics in the New Century. Cambridge University Press. Cambridge 2001 hlm. 1.
  7. ^ Amnesty International. Ambassador of Conscience Award Diarsipkan 2014-04-26 di Wayback Machine.. Diakses 31 Desember 2013.
  8. ^ Wayne C Booth. The Company We Keep: An Ethics of Fiction. University of California Press. Berkeley. 1988. hlm. 11 dan Bab. 2.

From Wikipedia, the free encyclopedia · View on Wikipedia

Developed by Tubidy