Hukum Perdata (bahasa Belanda: Burgerlijk Wetboek, disingkat BW) adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur hak dan kewajiban seseorang dalam masyarakat[1]. Hukum merupakan alat atau seperangkat kaidah, Perdata merupakan pengaturan hak, harta benda dan sesuatu yang berkaitan antara individu dengan badan hukum[1]. Pengertian Hukum Perdata dan contoh Hukum Perdata ialah Manusia merupakan makhluk sosial, mahluk yang selalu berhubungan dengan manusia lainnya[1]. Tentunya dalam menjalani kehidupan sosial, menimbulkan suatu hukum untuk mengatiur kehidupan itu[1]. Jenis hukum tersebut disebut hukum perdata dengan sebutan lain hukum sipil[1]. Hukum perdata di Indonesia terdiri dari Hukum Perdata Adat, Hukum Perdata Eropa, dan Hukum Perdata Nasional, selain itu pula terdapat pula Hukum Perdata Internasional[2].
Hukum Pembuktian dan Pengaturan Alat Bukti, Berdasarkan Pasal 1866 BW dan Pasal 164 HIR, alat bukti yang diakui dalam perkara perdata terdiri dari bukti tulisan resmi yang ditandatangani secara resmi dan bukan bukti tulisan screenshot dari media sosial, bukti saksi minimal 4 (empat) saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah. Alat bukti tulisan/tertulis/1 (satu) dokumen, surat resmi, ditempatkan dalam posisi urutan pertama dan terpenting. Hal ini bersesuaian dengan kenyataan bahwa dalam perkara perdata Surat/Dokumen/Akta pernikahan atau Sertifikat kursus. Dengan berlakunya e-litigation dan e-court pada perkembangan teknologi saat ini, dapat juga dijadikan bukti namun apabila telah dilakukan verifikasi kepada yang bersangkutan dan yang bersangkutan mengakuinya, tidak berlaku apabila yang bersangkutan telah memberikan klarifikasi dengan dokumen yang lengkap dan akurat kepada peradilan/pengadilan[3].
Tahapan persidangan perkara perdata diantaranya ialah upaya damai oleh majelis hakim, majelis hakim mulai memeriksa perkara gugatan pengugat, kesempatan tergugat untuk menjawab gugatan baik secara lisan maupun tertulis, kesempatan penggugat menanggapi jawaban tergugat dan menyampaikan bukti-bukti serta saksi-saksi yang relevan tidak bersekutu baik secara lisan maupun tertulis, kesempatan tergugat untuk menjawab kembali, Pembuktian "Pengugat akan diminta bukti untuk membuktikan dalil-dalil penggugat dan pembuktian tergugat atas bantahan-bantahannya", pengugat dan tergugat menyampaikan kesimpulan akhir perkara yang sedang diperiksa, selanjutnya Majelis hakim akan bermusyawarah untuk mengambil kesimpulan keputusan mengenai perkara yang diperiksanya dengan melihat bukti-bukti serta saksi-saksi sesuai dengan aturan-aturan yang telah mapan, Majelis hakim akan membacakan putusan hasil musyawarah majelis hakim dengan harus di hadapan Tergugat dan Penggugat langsung, serta tidak dibenarkan pembacaan keputusan hanya dihadiri oleh satu pihak saja, syarat Sah Penggugat dan Tergugat menyaksikan langsung[4][5].
<ref>
tidak sah;
tidak ditemukan teks untuk ref bernama unand