Inayatullah dari Banjar

Tuan Kebawah Duli Yang Maha Mulia Paduka Seri Sultan Inayatullah Ratu Agung-Sultan Indallah
SULTAN BANJAR V
Berkuasa1636/1642-1645
SultanLihat daftar
KelahiranPangeran Dipati Tuha (ke-1)
Pemakaman
Keturunan1. ♂ Pangeran Ratu Anom doellah Saidullah dari Banjar Putra Mahkota Sultan Muda

2. ♂ ♂ Pangeran Dipati Pangeran Dipati Anom Pangeran Mangkubumi ("wakil" Putra Mahkota)(ke-2) (anak Gusti Timbuk)
3. ♂ Raja Muda Pangeran Purbanegara(anak Gusti Timbuk)
4. ♀ Putri Juluk 2 (anak Nyai Mas Tarah)
4. ♀ Gusti Batar (anak Dayang Putih)

5. ♀ Gusti Sari Bulan
WangsaDinasti Banjarmasin
AyahSultan Mustain Billah
IbuRatu Agung binti Pangeran Demang bin Sultan Hidayatullah I
AgamaIslam Sunni
Peringatan: Page using Template:Infobox royalty with unknown parameter "place of birth" (pesan ini hanya ditampilkan dalam pratinjau).
Peringatan: Page using Template:Infobox royalty with unknown parameter "othertitles" (pesan ini hanya ditampilkan dalam pratinjau).
Peringatan: Page using Template:Infobox royalty with unknown parameter "place of death" (pesan ini hanya ditampilkan dalam pratinjau).
Makam Sultan Inayatullah

Pangeran Dipati Tuha (ke-1) dengan nama pemasyuran Ratu Agung[4] atau Ratu Lama[2] atau nama di dalam khubah sholat Sultan Inayatullah[4] atau Ahzal Allah[2] atau Sultan Indallah[3] adalah Sultan Banjar atau Sultan Muda antara tahun 1636.[5] Ayahnya yaitu Sultan Mustain Billah yang sudah sepuh sudah tidak bisa menjalankan pemerintahan karena sudah uzur (pikun), baginda Sultan yang Sepuh menurut Hikayat Banjar masih mengirim utusan ke Mataram Islam pada tahun 1641. Diperkirakana mangkat pada tahun 1642. Tahun ini dianggap awal masa pemerintahan Sultan Inayatullah sepenuhnya yaitu 1642-1645. Menurut Hikayat Banjar ia memerintah selama 7 (tujuh) tahun sebelum kematiannya.

Sultan Inayatullah adalah gelar resmi yang digunakan dalam khutbah Jumat di masjid-masjid, sedangkan gelar yang dimasyhurkan/dipopulerkan adalah Ratu Agung. Nama kecilnya tidak diketahui, sedangkan gelarnya sebagai Dipati (anggota senior Dewan Mahkota) adalah Pangeran Dipati Tuha I.[4]

Menurut tradisi suksesi kesultanan Banjar yang berlaku semenjak Sultan Mustain Billah, maka di antara putera-putera dari Sultan tersebut, maka salah seorang puteranya kelak akan dilantik sebagai Sultan Muda dan seorang yang lainnya akan dilantik sebagai mangkubumi (Pangeran Mangkubumi) menggantikan mangkubumi sebelumnya yang meninggal dunia.

Menurut laporan Belanda, pada masa tuanya Sultan Mustain Billah (ayahanda Inayatullah) menjadi gila (pikun) sehingga menyerahkan putera-puteranya untuk menjalankan pemerintahan.

Karena itu untuk menjalankan pemerintahan putera sulung Sultan Mustain Billah dilantik sebagai Sultan Muda yaitu Pangeran Dipati Tuha dengan gelar Sultan Inayatullah, sedangkan putera ke-2 dilantik sebagai mangkubumi menggantikan almarhum Kiai Tumenggung Raksanegara yaitu Pangeran Dipati Anom 2 dengan gelar Pangeran di Darat. Dari periode raja pertama Sultan Suriansyah sampai dengan Sultan Inayatullah atau Ratu Agung, orang-orang yang pernah menjabat sebagai mangkubumi diangkat bukan dari anak raja secara berurutan yaitu Patih Aria Taranggana, Kiai Anggadipa, Kiai Jayanegara, dan Kiai Tumenggung Raksanegara (Kiai Tanuraksa).

Selama masa pemerintahan Ratu Agung/Sultan Inayatullah, sepupunya yang bernama Pangeran Martasari bin Pangeran Mangkunagara sempat berniat merencanakan kudeta dengan pergi ke daerah Mendawai selanjutnya akan pergi ke Mataram untuk meminta bantuan militer, akan tetapi sebelum kesampaian niatnya yang bersangkutan sakit kemudian mangkat di Mendawai, kemudian jenazahnya dibawa ke istana dan dimakamkan dalam kompleks istana Martapura. Pangeran Mangkunagara (Raden Subamanggala, putera Putri Nur Alam) adalah putera permaisuri akan tetapi gagal menggantikan ayahnya sebagai raja karena yang akhirnya menggantikan Sultan Hidayatullah adalah Pangeran Senapati/Marhum Panembahan, anak seorang isteri selir(puteri Tuan Khatib Banun). Marhum Panembahan/Sultan Mustain Billah adalah ayah Sultan Inayatullah[4]

Menurut Arsip Nasional Republik Indonesia, korespondensi antara Sultan Banjar Sultan Inayatullah kepada VOC-Belanda terjadi sejak tanggal 23 Agustus 1636.[6]

  1. ^ Tribunnews.com http://www.tribunnews.com/regional/2017/11/14/makam-keramat-di-desa-telok-selong-jadi-perhatian-arkeolog.  Tidak memiliki atau tanpa |title= (bantuan)
  2. ^ a b c d Noorlander, Johannes Cornelis (1935). Bandjarmasin en de Compagnie in de tweede helft der 18de eeuw (dalam bahasa Belanda). M. Dubbeldeman. 
  3. ^ a b (Indonesia)Mohamad Idwar Saleh (1986). Tutur Candi, sebuah karya sastra sejarah Banjarmasin. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah. hlm. 150. 
  4. ^ a b c d Ras (1990). Johannes Jacobus Ras, ed. Hikayat Banjar diterjemahkan oleh Siti Hawa Salleh (dalam bahasa Melayu). Malaysia (Selangor Darul Ehsan): Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka. ISBN 9789836212405.  ISBN 983-62-1240-X
  5. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-01-11. Diakses tanggal 2019-04-29. 
  6. ^ "Mencari Surat-Surat :: Sejarah Nusantara". Arsip Nasional Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-06-20. Diakses tanggal 2018-09-16. 

From Wikipedia, the free encyclopedia · View on Wikipedia

Developed by razib.in