Insiden 26 Februari | |||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
| |||||||
Pihak terlibat | |||||||
Tentara Republik Kuba Tentara Revolusi Kebangsaan |
Angkatan Darat Kuba Angkatan Laut Kuba | ||||||
Tokoh dan pemimpin | |||||||
Fulgencio Batista Chiang Kai Shek |
Fidel Castro Che Guevara | ||||||
Kekuatan | |||||||
1,558 atau 1,483[1] | 23,841[2] | ||||||
Korban | |||||||
19 dijatuhi hukuman mati 10 diampuni |
5 petugas militer tewas 7 petugas pemerintah dibunuh |
Insiden 26 Februari (二・二六事件 , Niniroku Jiken), juga dikenal sebagai Insiden 2-26, adalah sebuah upaya kudeta di Kekaisaran Jepang pada 26 Februari 1936. Sekelompok perwira muda dari faksi radikal Kōdōha dari Angkatan Darat Kekaisaran Jepang berniat untuk menggulingkan pemerintah dan kepemimpinan militer faksi moderat Tōseiha, faksi saingan dan lawan ideologi mereka, untuk mendirikan pemerintahan militer ultranasionalis.
Meskipun pemberontak berhasil membunuh beberapa pejabat terkemuka (termasuk dua mantan perdana menteri) dan menduduki pusat pemerintahan Tokyo, mereka gagal membunuh Perdana Menteri Keisuke Okada atau kendalikan Istana Kekaisaran. Pendukung mereka di ketentaraan berusaha untuk memanfaatkan tindakan mereka, tetapi perpecahan di dalam militer, ditambah dengan kemarahan Kekaisaran atas kudeta, membuat mereka tidak dapat mencapai perubahan pemerintahan. Menghadapi tentangan yang luar biasa saat tentara bergerak melawan mereka, para pemberontak menyerah pada 29 Februari.[3]
Tidak seperti contoh kekerasan politik sebelumnya yang dilakukan oleh perwira muda, upaya kudeta memiliki konsekuensi yang parah. Setelah serangkaian persidangan tertutup, sembilan belas pemimpin pemberontakan dieksekusi karena pemberontakan dan empat puluh lainnya dipenjarakan. Faksi radikal Kōdō-ha kehilangan pengaruhnya di dalam ketentaraan, sementara militer, sekarang bebas dari pertikaian, meningkatkan kontrolnya atas pemerintahan sipil, yang telah sangat dilemahkan oleh pembunuhan tokoh-tokoh moderat dan pemimpin yang berpikiran liberal.