Kadi

Kadi atau Qadi (bahasa Arab: قاضي) adalah seorang hakim yang membuat keputusan berdasarkan syariat Islam.[1]

Islam tidak pengenal adanya pemisahan masalah agama maupun yang berkaitan dengan hukum, sehingga kadi berperan dalam penegakan aturan bagi setiap muslim. Kadi selalunya identik dengan orang yang alim (yang mempunyai pengetahuan agama Islam) dan mesti merupakan seorang muslim laki-laki yang sudah merdeka serta melewati masa pubertas.

Hakim secara etimologi merupakan kata serapan dari bahasa Arab yaitu hakim, yang berarti orang yang memberi putusan atau diistilahkan juga dengan kadi.1 Hakim juga berarti orang yang melaksanakan hukum, karena hakim itu memang bertugas mencegah seseorang dari kedzaliman2 . Kata hakim ini dalam pemakaiannya dipersamakan dengan kadi yang berarti orang yang memutus perkara dan menetapkannya.

Selain itu, kadi juga merujuk kepada seseorang yang bertugas memastikan rukun-rukun pernikahan serta mahar dalam urusan perkawinan secara Islam. Di samping tanggungjawabnya menikahkan suami-istri, kadi juga berperan untuk memastikan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan perkawinan tersebut telah sesuai dengan peraturan yang ada.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata hakim berarti orang yang mengadili perkara (di pengadilan atau mahkamah) . Sedangkan menurut Undang-Undang Peradilan Agama, Hakim adalah pejabat yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam undang-undang. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim wajib menjaga kemandirian peradilan. Sebelum menjatuhkan putusan, hakim harus memperhatikan serta mengusahakan seberapa dapat jangan sampai putusan yang akan dijatuhkan memungkinkan timbulnya perkara baru. Putusan harus tuntas dan tidak menimbulkan ekor perkara baru,

Hakim sebagai tempat pelarian terakhir bagi para pencari keadilan dianggap bijaksana dan tau akan hukum, bahkan menjadi tempat bertanya segala macam persoalan bagi rakyat. Dari padanya diharapkan pertimbangan sebagai orang yang tinggi pengetahuan dan martabatnya serta berwibawa. Diharapkan hakim sebagai orang yang bijaksana, aktif dalam pemecahan masalah. Kiranya asas hakim aktif itu sesuai dengan aliran pikiran tradisioanal Indonesia, undang-undang No. 4 tahun 2004 mengharuskan hakim aktif karena yang dituju dalam pasal 24 UUD 1945 adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan pancasila demi terlaksananya negara hukum Republik Indonesia.Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang berdiri sendiri dan bebas dari campur tangan pihak-pihak luar kekuasaan kehakiman untuk menyelenggarakan peradilan demi terselenggarakannya negara hukum (pasal 3 ayat 3 UU No. 4 tahun 2004). Pada hakekatnya kebebasan ini merupakan sifat pembawaan dari pada setiap peradilan,

Tugas hakim tidak hanya berhenti dengan menjatuhkan putusan saja, akan tetapi juga menyelesaikan sampai pada pelaksanannya. Dalam perkara perdata, hakim harus membantu para pencari keadilan dan berusaha sekeras-kerasnya mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan (pasal 4 ayat 2 UU no 4 tahun 2004). Hakim tidak boleh menolak untuk memerikasa dan mengadili suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memerikasa dan mengadilinya (pasal 16 ayat 1 UU No.4 tahun 2004).5 Memang pada hakekatnya dari seorang hakim hanya diharapkan atau diminta untuk mempertimbangkan tentang benar tidaknya suatu peristiwa yang diajukan kepadanya. Oleh karena itu hakim harus memeriksa dan mengadili setiap perkara yang diajukan kepadanya[2].

  1. ^ Ali (2019), hlm. 397.
  2. ^ https://rasindonews.wordpress.com/2022/06/07/mekanisme-penetapan-hukum-oleh-para-hakim-agama-di-indonesia/

From Wikipedia, the free encyclopedia · View on Wikipedia

Developed by razib.in