Keimaman Oman إمامة عُمَان Imāmat 'Umān | |||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
749–1959 | |||||||||||
Keimaman Oman pada abad ke-20 | |||||||||||
Status | Keimaman | ||||||||||
Ibu kota | Nizwa 22°56′N 57°32′E / 22.933°N 57.533°E | ||||||||||
Bahasa yang umum digunakan | Bahasa resmi: Arab | ||||||||||
Agama | Islam Ibadi (agama negara) | ||||||||||
Imam | |||||||||||
• 749–751 (pertama) | Al-Julanda bin Masud | ||||||||||
• 1954–1959 (terakhir) | Ghalib al-Hinai | ||||||||||
Legislatif | Majelis Permusyawaratan | ||||||||||
Era Sejarah | Kemunduran Kesultanan Utsmaniyyah/Imperialisme baru | ||||||||||
• Keimaman dideklarasikan | 749 | ||||||||||
25 September 1920 | |||||||||||
• Berakhirnya Perang Jabal Akhdar | 1959 | ||||||||||
Mata uang | Thaler[1] | ||||||||||
Kode ISO 3166 | OM | ||||||||||
| |||||||||||
Sekarang bagian dari | Oman | ||||||||||
Keimaman Oman (bahasa Arab: إِمَامَة عُمَان, translit. Imāmat ʿUmān) adalah sebuah negara bersejarah di wilayah Oman (bahasa Arab: عُمَان ٱلْوُسْطَى , translit. ʿUmān al-Wusṭā) di Pegunungan Hajar, bagian dari Kesultanan Oman saat ini.[2] Ibukota Keimaman secara historis berganti-ganti antara Rustaq dan Nizwa. Wilayah Keimaman meluas ke utara hingga Ibri dan selatan hingga Wilayah Alsharqiyah dan Rimal Al Wahiba. Keimaman di timur dibatasi oleh Pegunungan Hajar dan di barat oleh gurun Rub' al Khali.[3] Pegunungan Al Hajar memisahkan Keimaman Oman dari Muskat dan Oman. Imam (penguasa) yang terpilih tinggal di ibu kota, dan Wali (gubernur) mewakili Keimaman di berbagai wilayahnya.[4][5][6]
Keimaman Oman, mirip dengan Kesultanan Muskat, diperintah oleh Imam dari aliran Islam Ibadi. Para imam menjalankan representasi spiritual dan duniawi di wilayah tersebut.[3] Keimaman adalah sistem pemerintahan berusia 1.200 tahun yang dipelopori oleh para pemimpin agama Islam Ibadi di Oman, dan didasarkan pada syariat Islam. Keimaman berpendapat bahwa penguasa harus dipilih.[5] Imam dianggap sebagai kepala masyarakat namun kesukuan yang merupakan bagian dari masyarakat Oman mendorong bentuk pemerintahan yang terdesentralisasi yang akan membantu mempertahankan kesatuan politik di antara masyarakat Oman.[3] Keimaman menetapkan sistem pemerintahan di mana penguasa tidak boleh memiliki kekuasaan politik atau militer yang absolut; melainkan kekuasaan harus dibagi dengan gubernur setempat.[6] Untuk mencegah ancaman lokal atau eksternal terhadap Keimaman, imam harus mengumpulkan dukungan dari komunitas dan suku setempat untuk menggalang kekuatan untuk memperjuangkan tujuan tertentu. Imam membutuhkan pemahaman mendalam tentang politik suku dan kecerdasan politik untuk menjaga stabilitas politik di dalam Keimaman ketika konflik terjadi.[3]