Peta wilayah kekuasaan Kerajaan Sambas | |
Berdiri | 1300-1675 |
Didahului oleh | Kerajaan Tan Unggal |
Digantikan oleh | Kesultanan Sambas |
Ibu kota | Sambas |
Bahasa | Sambas |
Agama | Hindu[1], Islam |
Pemerintahan -Raja pertama -Raja terakhir |
Monarki Pangeran Saboa Tangan Raden Mas Dungun |
Sejarah -Didirikan -Zaman kejayaan -Krisis suksesi |
1300 1300-1675 (1 Oktober 1609 Protektorat VOC-Belanda)[2] 1675 |
Kerajaan Sambas kuno[3]adalah negara Sambas kuno yang mula-mula berdiri sekitar abad ke 7 (lihat: Pupuh XII dan XIV[4]) hingga sampai masa Kerajaan Panembahan Sambas yang berakhir sekitar tahun 1675 di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, Indonesia.
Kerajaan Panembahan Sambas merupakan pendahulu kesultanan Sambas, sebagaimana halnya Kerajaan Kutai merupakan kerajaan pendahulu yang ditaklukan oleh Kesultanan Kutai. Tetapi Dinasti (garis keturunan) Raja-Raja Kerajaan Sambas berbeda dengan Dinasti / Nasab Sultan-Sultan Kesultanan Sambas.
Penguasa Kerajaan Sambas bergelar Ratu atau Panembahan. Ratu merupakan gelar penguasa yang levelnya berada di bawah dari gelar Maharaja (disebut Sultan pada masa Islam). Panembahan merupakan gelar yang mulai populer sejak 1500 karena digunakan oleh Panembahan Jimbun (alias Raden Patah), raja pertama Kesultanan Demak.
Pada mulanya negara Sambas (Kerajaan Sanujuh / Neng Rio / Nek Riuh, milik Dayak bakati utara) menjadi vazal Kerajaan Bakulapura (bawahan Singhasari). Pada masa itu Tanjung Dato menjadi perbatasan wilayah mandala Bakulapura/Tanjungpura/Sukadana dengan wilayah mandala Borneo/Brunei/Barune[5][6]Selanjutnya negara Sambas (Kerajaan Tan Unggal) menjadi vazal Kerajaan Tanjungpura (penerus Bakulapura) yaitu provinsi Majapahit di Kalimantan.[7][8]
Sambas terletak di antara jalur pelayaran dari Tiongkok ke Champa menuju Tuban (pelabuhan Majapahit). Sambas menjalin hubungan dengan Tiongkok pada tahun 1407 sejak terbentuknya pemukiman Tionghoa Hui Muslim Hanafi didirikan di Sambas. Pemukiman Tionghoa ini di bawah koordinator Kapten Cina di Champa, tetapi sejak tahun 1436 langsung di bawah gubernur Nan King.[9]
Kerajaan Sambas dan kerajaan lainnya di Kalimantan di bawah pengaruh Kesultanan Demak (penerus Majapahit). Tomé Pires melaporkan bahwa Tanjompure (Tanjungpura/Sukadana) dan Loue (Lawai) masing-masing kerajaan tersebut dipimpin seorang Patee (Patih). Patih-patih ini tunduk kepada Patee Unus, penguasa Demak.[10] Kemungkinan besar penguasa Sambas dan Banjarmasin juga telah ditaklukan pada masa pemerintahan Sultan Demak Pati Unus/Pangeran Sabrang Lor/Yat Sun (1518-1521) sebelum menyerbu posisi Portugis di Malaka pada tahun 1521 dimana Pati Unus gugur dalam pertempuran tersebut.
Semenjak runtuhnya Demak, Banjarmasin memungut upeti kepada negara Sambas, Sukadana dan Batang Lawai dan menjadikannya Vasal (daerah asosiasi Kesultanan Banjar. Terakhir kalinya negara Sambas mengirim upeti ke Martapura pada masa pemerintahan Sultan Mustainbillah[11][12]
Pada tanggal 1 Oktober 1609, Pangeran Adipati Saboa Tangan dari Kerajaan Sambas melakukan pakta kerja sama dengan VOC Belanda.
Sebelum berdirinya Kerajaan Sambas di wilayah Sungai Sambas ini sebelumnya telah berdiri Kerajaan-kerajaan yang menguasai wilayah Sungai Sambas dan sekitarnya. Berdasarkan data-data yang ada, urutan kerajaan yang pernah berdiri di wilayah Sungai Sambas dan sekitarnya sampai dengan terbentuknya Negara Republik Indonesia adalah:
Secara otentik Kerajaan Sambas telah eksis sejak abad ke 13 M yaitu sebagaimana yang tercantum dalam Kitab Negara Kertagama karya Prapanca pada masa Majapahit (1365 M). Kemungkinan besar bahwa Kerajaan Sambas saat itu Rajanya bernama Rio (Neneng Rio / Ne' Riuh). Walaupun secara otentik Kerajaan Sambas tercatat sejak abad ke-13 M, tetapi demikian berdasarkan benda-benda arkelogis (berupa gerabah, patung dari masa hindu)yang ditemukan selama ini di wilayah sekitar Sungai Sambas menunjukkan bahwa pada sekitar abad ke-6 M atau 7 M di sekitar Sungai Sambas ini diyakini telah berdiri Kerajaan Sanujuh (Kerajaan dayak bakati utara). Hal ini ditambah lagi dengan melihat posisi wilayah Sambas yang berhampiran dengan Selat Malaka yang merupakan lalu lintas dunia sehingga diyakini bahwa pada sekitar abad 7 M di wilayah Sungai Sambas ini telah berdiri Kerajaan Sambas yaitu lebih kurang bersamaan dengan masa berdirinya Kerajaan Batu Laras di hulu Sungai Keriau yaitu sebelum berdirinya Kerajaan Tanjungpura.