Keraton Banjar

Keraton Banjar adalah istana kenegaraan sebagai pusat pemerintahan Kesultanan Banjar. Menurut Hikayat Banjar istana yang pertama kali dibangun diperuntukkan untuk Ampu Jatmika, yang dianggap cikal bakal raja-raja Banjar.[1]

Sampai saat ini lokasi-lokasi keraton dan wujud keraton Banjar tidak dapat diketahui dengan pasti, sebab tidak adanya data yang lengkap. Sebagai bekas negara terbesar di bagian selatan Borneo pada masa kejayaannya, tentunya Kesultanan Banjar memiliki pusat pemerintahan yang cukup baik. Keberadaan Keraton Banjar yang sudah punah, salah satunya dikarenakan pertentangan dan konflik dengan Belanda. Sikap Kesultanan Banjar dan orang Banjar pada umumnya yang tidak mau tunduk kepada kemauan Belanda.

Berdasar catatan sejarah, diketahui bahwa di Kalimatan Selatan pernah berdiri sebuah kerajaan yang besar yaitu kerajaan Banjar (1526–1905). Pada puncak masa kejayaannya, kerajaan Banjar memiliki wilayah kekuasaan yang sangat luas, mencakup hampir sebagian besar pulau Kalimantan sekarang. Namun demikian hingga kini tidak diketahui lagi bagaimana keberadaannya, baik lokasi maupun bentuk arsitektur istana kerajaan Banjar.[2]

Penelitian mengenai rekonstruksi keraton Banjar sudah pernah dilakukan (Kasnowihardjo, dkk.2006; Muchamad, 2006a, 2006b), namun terbatas pada masa kerajaan Banjar saat berada di Kuin (1526–1612). Berdasar penelusuran sisa-sisa reruntuhan yang didominasi susunan batu bata, maka hasil studi rekonstruksi menunjukkan bahwa keraton pertama kerajaan Banjar tersebut sangat dipengaruhi kebudayaan kerajaan Negara Daha. Diyakini bentukan istana tersebut juga merupakan sebuah “bangunan” bekas peninggalan kerajaan Negara Daha. Sedangkan keraton kerajaan Banjar setelah masa tersebut (1612-1905), yaitu saat di daerah Batang Banyu, daerah Kayu Tangi, daerah Bumi Selamat, daerah Cempaka, dan terakhir di daerah Sei Mesa tidak pernah diketahui. Peristiwa perpindahan pusat pemerintahan kerajaan Banjar sendiri terjadi akibat pertikaian dengan bangsa Belanda yang dipicu oleh pertikaian dagang. Dan selama masa pertikaian tersebut, setidaknya keraton kerajaan berpindah sebanyak 5 kali. Akibat pertikaian ini, berakhir dengan dikeluarkannya pengumuman penghapusan kerajaan Banjar pada 11 Juni 1860, yang ditandatangani oleh Residen Surakarta F.N. Nieuwenhuijzen yang merangkap Komisaris Pemerintahan Belanda untuk afdeling Selatan dan Timur Kalimantan (Ideham, 2003). Penelitian terakhir yang telah dilaksanakan oleh Balitbangda Provinsi Kalimantan Selatan (Muchamad, 2009) difokuskan pada upaya mencari lokasi untuk rekonstruksi keraton kerajaan Banjar yang sesuai dari aspek kesejarahan dan pelestarian pusaka saujana budaya.[3][4]

  1. ^ (Indonesia) Sejarah seni rupa Indonesia. Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. hlm. 102.  ISBN
  2. ^ "Salinan arsip" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2014-08-19. Diakses tanggal 2014-08-18. 
  3. ^ http://www.academia.edu/2097093/MELACAK_ARSITEKTUR_KERATON_BANJAR
  4. ^ (Indonesia) Bani Noor Muhammad; Namiatul Aufa (1 Desemeber 2006). MELACAK ARSITEKTUR KERATON BANJAR (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2017-05-17. Diakses tanggal 2019-01-13. 

From Wikipedia, the free encyclopedia · View on Wikipedia

Developed by Tubidy