Laser Interferometer Gravitational-Wave Observatory ( LIGO) atau Observatorium Gelombang-Gravitasi Interferometer Laser adalah eksperimen fisika dan observatorium skala besar untuk mendeteksi gelombang gravitasi kosmik dan mengembangkan pengamatan gelombang gravitasi sebagai alat astronomi.[1] Dua observatorium besar dibangun di Amerika Serikat dengan tujuan mendeteksi gelombang gravitasi dengan interferometri laser. Alat ini dapat mendeteksi perubahan pada celah cermin sepanjang 4 km hingga kurang dari sepersepuluh ribu diameter muatan proton.[2]
Observatorium LIGO awalnya didanai oleh National Science Foundation (NSF) dan disusun, dibangun dan dioperasikan oleh Caltech dan MIT.[3][4] Mereka mengumpulkan data dari tahun 2002 hingga 2010 tetapi tidak ada gelombang gravitasi yang terdeteksi.
Proyek LIGO Lanjutan untuk meningkatkan detektor LIGO asli dimulai pada 2008 dan terus didukung oleh NSF, dengan kontribusi penting dari Dewan Fasilitas Sains dan Teknologi Inggris, Institut Max Planck Jerman, dan Dewan Penelitian Australia.[5][6] Detektor yang ditingkatkan mulai beroperasi pada 2015. Deteksi gelombang gravitasi dilaporkan pada tahun 2016 oleh LIGO Scientific Collaboration (LSC) dan Virgo Collaboration dengan partisipasi ilmuwan internasional dari beberapa universitas dan lembaga penelitian. Para ilmuwan yang terlibat dalam proyek dan analisis data untuk astronomi gelombang gravitasi diorganisir oleh LSC, yang mencakup lebih dari 1.000 ilmuwan di seluruh dunia,[7][8][9] serta 440.000 pengguna Einstein@Home aktif Hingga Desember 2016[update].[10]
LIGO adalah proyek terbesar dan paling ambisius yang pernah didanai oleh NSF.[11][12] Pada 2017, Hadiah Nobel dalam Fisika dianugerahkan kepada Rainer Weiss, Kip Thorne dan Barry C. Barish "untuk kontribusi yang menentukan bagi detektor LIGO dan pengamatan gelombang gravitasi."[13]
Pada Desember 2018, LIGO telah melakukan sebelas deteksi gelombang gravitasi, yang sepuluh diantaranya berasal dari penggabungan lubang hitam biner. Peristiwa lainnya adalah deteksi pertama tabrakan dua bintang neutron, pada 17 Agustus 2017 yang secara bersamaan menghasilkan sinyal optik yang dapat dideteksi oleh teleskop konvensional. Semua sebelas peristiwa diamati dalam data dari langkah pengamatan pertama dan kedua dari LIGO Lanjutan.[14]
This is equivalent to measuring the distance from Earth to the nearest star to an accuracy smaller than the width of a human hair!(that is, to Proxima Centauri at 4.0208×1013 km).