Artikel ini merupakan bagian dari seri |
Ali bin Abi Thalib |
---|
Ali bin Abi Thalib, menantu sekaligus sepupu nabi Islam Muhammad, Imam Syiah pertama, dan salah satu dari empat anggota Khulafaur Rasyidin setelah Abu Bakar (m. 632–634), Umar (m. 634–644), dan Utsman (m. 644–656); diakui sebagai khalifah keempat dan penguasa tertinggi negara Islam Kekhalifahan Rasyidin pada tahun 656 setelah pendahulunya yaitu Utsman dibunuh oleh pemberontak Mesir di tengah tuduhan nepotisme, ketidakadilan, dan korupsi yang tersebar luas.
Ali melakukan perubahan radikal segera setelah aksesinya di Madinah dan kebijakannya yang sangat egaliter memberinya dukungan dari kelompok-kelompok yang kurang mampu dan mengesampingkan suku Quraisy yang kuat. Beberapa di antara tokoh terkemuka Quraisy memberontak melawan Ali dengan dalih balas dendam untuk Utsman di Pertempuran Jamal (656) dan Pertempuran Siffin (657). Pertempuran Siffin berakhir dengan perjanjian damai yang gagal dan beberapa pendukung Ali yang membelot kemudian mendirikan Khawarij, sekte yang dianggap bertanggung jawab atas pembunuhan Ali pada tahun 661 saat ia memimpin salat subuh. Bagi sebagian orang, kekhalifahan singkat Ali dicirikan oleh kejujurannya, pengabdiannya yang teguh pada Islam, perlakuannya yang setara terhadap para pendukungnya, dan kemurahan hatinya terhadap musuh-musuhnya yang dikalahkan. Sementara sejarawan lain mengkritik kebijakannya karena terlalu idealis dan tidak memiliki fleksibilitas politik.