Republik Islam Mauritania | |
---|---|
Lokasi Mauritania (hijau tua) – di Afrika (biru muda & kelabu tua) | |
Ibu kota | Nouakchott 18°9′N 15°58′W / 18.150°N 15.967°W |
Bahasa resmi | Arab |
Bahasa nasional | |
Kelompok etnik |
|
Agama | Islam |
Pemerintahan | Republik Islam semi-presidensial |
• Presiden | Mohamed Ould Ghazouani |
Mohamed Ould Bilal | |
Legislatif | Parlemen |
Majelis Nasional | |
Kemerdekaan | |
• dari Prancis | 28 November 1960 |
• Konstitusi saat ini | 12 Juli 1991 |
Luas | |
- Total | 1.030.000 km2[1] (ke-28) |
0,03 | |
Penduduk | |
- Perkiraan 2021 | 4.614.974[2][3] |
- Sensus Penduduk 2013 | 3.537.368[1] |
3,4/km2 | |
PDB (KKB) | 2018 |
- Total | $18,117 miliar[4] (134) |
$4.563[4] (140) | |
PDB (nominal) | 2018 |
- Total | $5,200 miliar[4] (154) |
$1.309[4] (149) | |
Gini (2014) | ▼ 32,6[5] sedang |
IPM (2021) | 0,556[6] sedang · 158 |
Mata uang | Ouguiya ( MRO ) |
Zona waktu | Waktu Greenwich (GMT) (UTC+0) |
Lajur kemudi | kanan |
Kode telepon | +222 |
Kode ISO 3166 | MR |
Ranah Internet | .mr |
Mauritania (Arab: موريتانيا Mūrītānyā; Berber: Muritanya atau Agawej; Wolof: Gànnaar; Soninke: Murutaane; Pulaar: Mauritania), dengan nama resmi Republik Islam Mauritania (République islamique de Mauritanie), adalah sebuah negara yang berada di Afrika Utara. Negara ini berbatasan dengan Mali di timur dan selatan, Senegal di barat daya, Samudra Atlantik di sebelah barat, Sahara Barat di utara dan barat laut, dan Aljazair di timur laut. Mauritania adalah negara terbesar kesebelas di Afrika; 90 persen wilayahnya terletak di Sahara. Sebagian besar dari 4,4 juta penduduknya tinggal di daerah beriklim sedang di selatan, dengan kira-kira sepertiganya terkonsentrasi di ibu kota sekaligus kota terbesarnya, Nouakchott, yang terletak di pesisir Atlantik.
Nama negara ini berasal dari Mauretania, sebuah wilayah yang menjadi tempat kerajaan-kerajaan Berber berdiri dari abad ke-3 SM sampai abad ke-7 di ujung barat laut Afrika yang sekarang menjadi wilayah Maroko dan Aljazair. Bangsa Berber mulai menduduki wilayah Mauritania sejak abad ke-3 Masehi. Bangsa Arab menaklukkan daerah ini pada abad ke-8, membawa Islam, budaya Arab, dan bahasa Arab. Pada awal abad ke-20, Mauritania dijajah oleh Prancis sebagai bagian dari Afrika Barat Prancis. Mauritania mencapai kemerdekaannya pada tahun 1960. Sejak saat kemerdekaannya, Mauritania mengalami kudeta berulang kali dan mengalami periode kediktatoran militer. Peristiwa paling baru terjadi pada tanggal 6 Agustus 2008. Pemerintahan digulingkan dalam suatu kudeta militer yang dipimpin oleh Jenderal Mohamed Ould Abdel Aziz. Pada tanggal 16 April 2009, Aziz mengundurkan diri dari militer untuk mencalonkan diri sebagai presiden dalam pemilihan presiden tanggal 19 Juli dan menang. Ia juga memenangkan pemilihan presiden berikutnya pada tahun 2014.[7] Mohamed Ould Ghazouani menggantikan Abdel Aziz setelah ia memenangkan pemilihan umum 2019. Peristiwa ini dianggap sebagai transisi kekuasaan damai pertama di Mauritania sejak kemerdekaan.
Secara budaya dan politik, negara ini adalah bagian dari dunia Arab: Mauritania adalah anggota Liga Arab dan bahasa Arab adalah satu-satunya bahasa resmi negara. Bahasa Prancis digunakan secara luas dan berfungsi sebagai basantara, mencerminkan budaya warisan kolonialnya. Agama resminya adalah Islam dan hampir seluruh penduduknya beragama Islam Sunni. Terlepas dari identitas Arabnya, Mauritania adalah negara multietnis: 30 persen populasinya adalah kaum Bidan, atau biasa disebut "moor putih", sedangkan kaum Haratin, atau biasa disebut "moor hitam", terdiri dari 40 persen.[8] Kedua kelompok tersebut mencerminkan perpaduan etnis, bahasa, dan budaya Arab-Berber. 30 persen sisa populasinya terdiri dari berbagai kelompok etnis sub-Sahara.
Meskipun memiliki sumber daya alam yang melimpah, termasuk bijih besi dan minyak bumi, Mauritania adalah salah satu diantara negara-negara miskin; basis utama ekonominya ada pada pertanian, peternakan, dan perikanan. Sekitar 20% dari penduduk Mauritania hidup dengan penghasilan kurang dari US$1,25 per hari. Perbudakan di Mauritania merupakan masalah hak asasi manusia paling utama, dengan sekitar 4% (155.600 orang) dari populasi negara menjadi budak. Jumlah tersebut yang tertinggi dari semua negara. Masalah HAM lain di Mauritania termasuk mutilasi alat kelamin perempuan, dan pekerja anak.[9][10] Mauritania adalah negara terakhir di dunia yang menghapus perbudakan, pada tahun 1981, dan mengkriminalisasikannya pada tahun 2007.