Muara Angke (nelayan di Jakarta. Ditandai dengan dioperasikannya penunjang kebutuhan nelayan seperti pelelangan ikan (struktur dan fasilitasnya) selain kelaziman sebuah bandar yang dikelola seorang syahbandar. Secara administratif pemerintahan, Muara Angke terletak di Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara. Lokasinya berdekatan dengan Muara Karang.
) adalah pelabuhan kapal ikan atauMeski dikenal banyak orang Jakarta sebagai kampung nelayan, tempat pelelangan dan pelabuhan ikan serta tempat makan ikan bakar, tetapi Muara Angke menyimpan potensi lain. Di daerah ini, terdapat Suaka Margasatwa Muara Angke, kawasan hutan bakau seluas 25,02 hektare yang dihuni tak kurang dari 90 spesies burung.
Muara Angke merupakan bagian dari hutan bakau terakhir yang tersisa di provinsi DKI Jakarta. Kawasan hutan Angke-Kapuk yang terdiri dari Suaka Margasatwa Muara Angke, Hutan Lindung dan Taman Wisata Alam Angke Kapuk merupakan hutan bakau yang terakhir yang dapat dijumpai di Jakarta. Kawasan hutan ini memiliki luas keseluruhan sekitar 170,60 ha.
Pemerintah DKI Jakarta melalui Peraturan Daerah No. 1 tahun 2012 bertekad membangun tanggul laut raksasa (giant sea wall) di sepanjang pesisir Jakarta sebagai bagian dari proyek Jakarta Coastal Defence Strategy. Proyek tersebut dilaksanakan untuk meminimalisir banjir di Jakarta akibat masuknya air laut dan penurunan tanah (land subsidence) serta berperan sebagai waduk untuk suplai air baku di Jakarta sehingga penurunan muka tanah akibat pengambilan air tanah dapat diminimalisir. Salah satu wilayah yang terkena imbas dari pelaksanaan proyek giant sea wall adalah Muara Angke. Wilayah ini dikenal sebagai kampung nelayan yang berada di kawasan perikanan DKI Jakarta. Di Muara Angke terdapat pelabuhan perikanan yang terintegrasi dengan perumahan nelayan dan kantor pengelola pelabuhan perikanan milik pemerintah DKI Jakarta. Hampir seluruh masyarakat yang tinggal di Muara Angke menggantungkan hidupnya dari sektor perikanan, baik menjadi nelayan tradisional, Anak Buah Kapal (ABK), maupun nelayan pemilik kapal.[1]
Berkaitan dengan pembangunan giant sea wall di sepanjang pesisir Jakarta, proyek tersebut akan menyebabkan penutupan akses ke laut lepas di Muara Angke dan hanya menyisakan akses terbuka ke Tanjung Priok. Pelabuhan perikanan di Muara Angke secara otomatis akan ‘mati’ karena hilangnya akses terbuka ke laut lepas. Lebih jauh lagi, sejumlah nelayan juga akan kehilangan mata pencaharian utamanya. Sebab, mereka sangat membutuhkan akses ke laut lepas untuk pergi melaut dan menangkap ikan di perairan.[1]