Pemerintah Aceh

Lambang Aceh
Pj. Gubernur Aceh
Dasar hukum
UU Nomor 11 Tahun 2006
Kepala daerah
GubernurBustami Hamzah, S.E, M.Si. (Pj.)
Wakil gubernurLowong
Wali kota5
Wakil wali kota5
Bupati18
Wakil bupati18
Dewan perwakilan rakyat daerah
KetuaZulfadhli, A.Md
Wakil ketuaH. Dalimi, SE.Ak, CA
Dr. Teuku Raja Keumangan, SH, MH
Dr. Safaruddin S.Sos, M.SP
Perangkat daerah
Sekretariat daerahAzwardi, AP, M.Si (Penjabat)
(Sekretaris Daerah)
Sekretariat DPRDSuhaimi, S.H., M.H.
(Sekretaris DPRD)
InspektoratJamaluddin, SE, M.Si, Ak
(Inspektur)
Jumlah dinas27
Jumlah badan12
Pembagian administratif
Jumlah kabupaten18
Jumlah kota5
Jumlah kecamatan289 Kecamatan
Jumlah6.497 Gampong
Aparatur sipil negara
Jumlah PNS9 075
Anggaran pendapatan dan belanja daerah
(APBA 2021) 16.763.469.972.136-
Situs resmi
http://www.acehprov.go.id/

Pemerintahan Aceh adalah pemerintahan provinsi dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyelenggarakan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing.[1] Pemerintahan Aceh setingkat dengan pemerintahan provinsi lainnya di Indonesia dan merupakan kelanjutan dari Pemerintahan Provinsi Daerah Istimewa Aceh dan Pemerintahan Provinsi Aceh. Pemerintahan Aceh dilaksanakan oleh Pemerintah Aceh, dalam hal ini Gubernur Aceh sebagai lembaga eksekutif, dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh sebagai lembaga legislatif.

Pemerintahan Aceh dibentuk berdasarkan Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa. Perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia menempatkan Aceh sebagai satuan pemerintahan daerah yang bersifat istimewa dan memiliki kewenangan khusus, terkait dengan karakter khas sejarah perjuangan masyarakat Aceh yang memiliki ketahanan dan daya juang tinggi.

Ketahanan dan daya juang tinggi tersebut bersumber dari pandangan hidup yang berlandaskan syari’at Islam yang melahirkan budaya Islam yang kuat, sehingga Aceh menjadi salah satu daerah modal bagi perjuangan dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Penegakan syari’at Islam dilakukan dengan asas personalitas ke-Islaman terhadap setiap orang yang berada di Aceh tanpa membedakan kewarganegaraan, kedudukan, dan status dalam wilayah sesuai dengan batas-batas daerah Provinsi Aceh.

Pengakuan Negara atas keistimewaan dan kekhususan daerah Aceh terakhir diberikan melalui Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (LN 2006 No 62, TLN 4633). UU Pemerintahan Aceh ini tidak terlepas dari Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding) antara Pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka yang ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2005 dan merupakan suatu bentuk rekonsiliasi secara bermartabat menuju pembangunan sosial, ekonomi, serta politik di Aceh secara berkelanjutan.

UU 11/2006, yang berisi 273 pasal, merupakan Undang-undang Pemerintahan Daerah bagi Aceh secara khusus. Materi UU ini, selain itu materi kekhususan dan keistimewaan Aceh yang menjadi kerangka utama dari UU 11/2006, sebagian besar hampir sama dengan UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. Oleh karena itu Aceh tidak tergantung lagi pada UU Pemerintahan Daerah (sepanjang hal-hal yang telah diatur menurut UU Pemerintahan Aceh). Karena begitu banyak materi mengenai pemerintahan Aceh maka artikel ini hanya memuat sebagiannya saja. Untuk materi lengkap bisa dilihat di dalam UU 11/2006.

  1. ^ "Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2013-10-08. Diakses tanggal 2016-04-07. 

From Wikipedia, the free encyclopedia · View on Wikipedia

Developed by Tubidy