Intervensi Belanda di Bali (1848) Perang Jagaraga | |||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Raja Buleleng membunuh dirinya sendiri bersama pengikutnya, dalam perang puputan tahun 1849 melawan Belanda. Le Petit Journal, 1849. | |||||||
| |||||||
Pihak terlibat | |||||||
Hindia Belanda Lombok |
Kerajaan Buleleng Kerajaan Jembrana Kerajaan Klungkung | ||||||
Tokoh dan pemimpin | |||||||
Andreas Victor Michiels | I Gusti Ketut Jelantik † | ||||||
Kekuatan | |||||||
2.400 prajurit |
14.500 prajurit 1.500 prajurit senapan | ||||||
Korban | |||||||
200 tewas | 1,000-an |
Perang Bali II disebut juga Perang Jagaraga terjadi pada tahun 1848. Perang tersebut berlangsung antara pasukan Belanda melawan pasukan Bali. Belanda memanfaatkan isu hak tawan karang, di mana raja-raja Bali dapat merampas kapal yang karam di perairannya, yang tak dapat disetujui oleh hukum internasional.[1]
Pasukan Belanda beranggotakan 2.400 prajurit, sepertiga terdiri atas orang Eropa, sisanya adalah orang Jawa dan Madura, ditambah dengan 1 kompi yang beranggotakan orang kulit hitam Afrika, kemungkinan berasal dari koloni Belanda di Ghana (saat itu Pantai Emas).[2] Angkatan tersebut mendarat di Sangsit, Buleleng pada tanggal 7 Mei 1848.[2]
Orang Bali berjumlah 16.000 jiwa, termasuk 1.500 orang yang bersenjatakan senapan api di bawah pimpinan I Gusti Ketut Jelantik.[2] Setelah Belanda mendarat, orang Bali menarik diri ke posisi mereka di Jagaraga, hanya 4 kilometer jauhnya.[2]
Belanda menyerang musuh di Jagaraga meskipun udara panas menyengat. Orang Bali menyerang balik dan menghalau pasukan Belanda, yang di pihaknya jatuh korban 200 orang tewas, sehingga harus naik kapal kembali.[2]
Setelah kekalahan ini, Belanda kembali lagi dalam ekspedisi berikutnya pada tahun 1849 di Kusamba, Bali Selatan.