| ||||||||||||||||||||||||||||||
Perang Italia-Turki atau Perang Turki-Italia (bahasa Turki: Trablusgarp Savaşı, Perang Tripolitania; juga dikenal di Italia sebagai Guerra di Libia, "Perang Libya") adalah pertempuran yang terjadi antara Kesultanan Utsmaniyah melawan Kerajaan Italia yang terjadi dari tanggal 29 September 1911 sampai 18 Oktober 1912. Italia menguasai provinsi Tripolitania dan Cyrenaica milik Utsmaniyah, yang membentuk Libya, dan juga pulau Rodos dan kepulauan Dodecanese di dekat Anatolia.
Selama konflik, pasukan Italia juga menduduki pulau Dodecanese di Laut Aegea. Italia setuju untuk mengembalikan Dodecanese ke Kesultanan Utsmaniyah dalam Perjanjian Ouchy pada tahun 1912. Namun, ketidakjelasan teks tersebut, dikombinasikan dengan peristiwa buruk berikutnya yang tidak menguntungkan bagi Kesultanan Utsmaniyah (pecahnya Perang Balkan dan Perang Dunia I), mengizinkan administrasi sementara Italia atas pulau-pulau itu, dan Turki akhirnya mencabut semua klaim atas pulau-pulau ini dalam Pasal 15 Perjanjian Lausanne 1923.
Perang ini merupakan pendahulu dari Perang Dunia Pertama. Anggota Liga Balkan, merasakan kelemahan Utsmaniyah dan termotivasi oleh nasionalisme Balkan yang baru mulai, menyerang Kesultanan Utsmaniyah pada bulan Oktober 1912, memulai Perang Balkan Pertama beberapa hari sebelum berakhirnya Perang Italia-Turki.
Perang Italia-Turki melihat banyak perubahan teknologi, terutama penggunaan pesawat terbang dalam pertempuran. Pada tanggal 23 Oktober 1911, seorang pilot Italia, Capitano Carlo Piazza, terbang di atas garis Turki dalam misi pengintaian udara pertama di dunia, dan pada tanggal 1 November, bom udara pertama dijatuhkan oleh Sottotenente Giulio Gavotti, pada pasukan Turki di Libya, dengan menggunakan model awal pesawat Etrich Taube. Pasukan Turki, dengan menggunakan senapan, adalah yang pertama menembak jatuh sebuah pesawat. Penggunaan lain dari teknologi baru adalah jaringan stasiun telegrafi nirkabel yang didirikan segera setelah pendaratan awal. Guglielmo Marconi, penemu telegrafi nirkabel, datang ke Libya untuk melakukan eksperimen dengan Korps Insinyur Italia.
However, in the Yemen Italy also found some willing allies, the principal one being Muhammad al-Idrisi in Asir [...] Al-Idrisi joined the Italian cause immediately upon the outbreak of the Turco-Italian war [...] It appears that al-Idrisi, after the victory at al-Hafair, was engaged in some sort of peace negotiation with the Ottomans. These tentative attempts broke down upon the outbreak of the Turco-Italian war, which provided Idrisi forces with secure delivery of arms and naval support from Italian warships.