Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. |
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Sampit | |
---|---|
Negara | Indonesia |
Provinsi | Kalimantan Tengah |
Kabupaten | Kotawaringin Timur |
Kecamatan | Mentawa Baru Ketapang & Baamang |
Luas | |
• Total | 1.365,95 km2 (527,40 sq mi) |
Populasi (2024) | |
• Total | 178.474[1] |
• Kepadatan | 78,912/km2 (204,38/sq mi) |
Zona waktu | UTC+7 (WIB) |
Kode area telepon | 0531 |
Sampit (disingkat: SPT[2]) adalah ibu kota Kabupaten Kotawaringin Timur di Kalimantan Tengah, Indonesia. Lokasi kota Sampit berada di Kecamatan Mentawa Baru Ketapang dan Kecamatan Baamang.[3] Jumlah penduduknya 166.733 jiwa pada tahun 2019 menurut data BPS Kabupaten Kotawaringin Timur. Kota Sampit dibelah oleh Sungai Mentaya dan berada di tengah tengah Sungai Mentaya. Sampit memiliki wilayah seluas 1.365,95 km² dengan kondisi geografi daerah dataran rendah dan sebagian daerahnya berawa, memiliki ketinggian dari 0 sampai 25 meter dari permukaan laut. Pada awal kemerdekaan Indonesia, Sampit terletak di daerah Kotawaringin dengan tiga wilayah adminsitratif dalam bentuk kawedanan yang meliputi Sampit Barat, Sampit Timur, dan Sampit Utara . Hal ini merujuk pada keputusan Gubernur Kalimantan pada tanggal 3 Agustus 1950 dengan Surat Keputusan Nomor 154/OPB/92/04 yang menyatakan bahwa Daerah Kotawaringin (Onder Afdelling Kotawaringin) disatukan dengan tiga kawedanan (Sampit Barat, Sampit Timur dan Sampit Utara) ke dalam wilayah Pemerintah daerah Otonom Kotawaringin dengan ibukotanya di Sampit.[4]
Sebagai upaya untuk dapat mengatur daerahnya masing-masing, masyarakat provinsi Kalimantan meminta agar pemerintah Indonesia membentuk daerah-daerah otonom Kabupaten yang setingkat dengan Kabupaten. Kemudian, pemerintah menetapkan Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1953 Tentang Pembentukan (Resmi) Daerah Otonom Kabupaten/Daerah Istimewa Tingkat Kabupaten Dan Kota Besar Dalam Lingkungan Propinsi Kalimantan. Berdasarkan dasar hukum tersebut, terbentuklah kabupaten Kotawaringin yang meliputi kawedanan Sampit Barat, kawedanan Sampit Timur, kawedanan Sampit Utara dan Swapraja Kotawaringin.[5]
Seiring dengan perkembangan wilayah dan perlunya menambah keserasian dalam menjalankan pemerintahan daerah, maka dibutuhkan penambahan jumlah Daerah tingkat II di Kalimantan, dengan jalan membagi beberapa Daerah tingkat II lama menjadi beberapa Daerah tingkat II baru dan membentuk Kotapraja baru. Dalam mendukung pembentukan daerah baru maka pemerintah menetapkan Undang-Undang Tentang Penetapan Undang-Undang Darurat No. 3 Tahun 1953 Tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Di Kalimantan (Lembaran-Negara Tahun 1953 No. 9), Sebagai Undang-Undang. Dengan demikian, kabupaten Kotawaringin terbagi menjadi dua, dimana Pemerintah Daerah Tingkat II Kotawaringin Timur berkedudukan di Sampit dan Kotawaringin Barat yang merupakan Swapraja Kotawaringin berkedudukan di Pangkalan Bun.[6]
Dilihat dari sejarahnya, Sampit merupakan salah satu permukiman tertua di Kabupaten Kotawaringin Timur, nama kota ini sudah disebut di dalam Kakawin Nagarakretagama yang ditulis tahun 1365 maupun di dalam Hikayat Banjar yang bagian terakhirnya ditulis pada tahun 1663.[7] Pada tahun 2001, di kota ini terjadi kerusuhan etnis antara suku Madura dengan Dayak. Dalam kerusuhan tersebut, lebih dari 400 orang tewas dan 40.000 orang harus mengungsi.