Sejarah perbudakan

Sejarah perbudakan meliputi beberapa budaya, kebangsaan, dan agama dari zaman kuno sampai masa sekarang. Namun, posisi sosial, ekonomi, dan hukum para budak beragam dalam sistem perbudakan yang berbeda di waktu dan tempat yang berbeda.[1]

Perbudakan bermula dari catatan-catatan kuno, seperti Mesopotamia Kode Hammurabi (s. 1860 SM), yang merujuknya sebagai sebuah lembaga yang berdiri, dan merupakan hal umum pada bangsa-bangsa kuno seperti Sumeria, Mesir Kuno, Akkadia, Elamit, Asiria, Babilonia, Hattia, Hittit, Amorit, Yunani Kuno, Kanaan, Eblait, Hurria, Mitanni, Israel, Persia, Medes, Kassit, Luwia, Moabit, Edomit, Ammonit, Armenia, Khaldea, Filistin, Skitia, Nubia, Kushit, dan lain-lain.[2]

Perbudakan merupakan hal jarang pada penduduk pemburu-peramu, karena hal tersebut berkembang sebagai sistem stratifikasi sosial. perbudakan dikenal dalam peradaban-perabadan paling tua seperti Sumeria di Mesopotamia dari 3500 SM, serta hampir setiap peradaban lainnya. Peperangan Bizantium-Utsmaniyah dan peperangan Utsmaniyah di Eropa mengakibatkan pengambilan sejumlah besar budak Kristen. Perbudakan menjadi hal umum di sebagian besar Eropa dan kepulauan Britania pada Zaman Kegelapan dan berlanjut sampai Abad Pertengahan. Belanda, Prancis, Spanyol, Portugis, Inggris, Arab, dan sejumlah kerajaan Afrika Barat memainkan peran penting dalam perdagangan budak Atlantik, khususnya setelah 1600. David P. Forsythe[3] menyatakannya: "Kenyataannya menyatakan bahwa pada permulaan abad kesembilan belas, tiga per empat dari seluruh orang yang hidup terjebak dalam perjuangan melawan keterikatan mereka dalam beberapa perbudakan."[4] Denmark-Norwegia adalah negara Eropa pertama yang melarang perdagangan budak pada 1802.

Meskipun perbudakan tak selamanya dianggap sah di bagian mana pun di dunia,[5] perdagangan manusia masih menjadi masalah internasional dan sekitar 25–40 juta orang hidup dalam perbudakan ilegal pada masa sekarang.[6] Pada Perang Saudara Sudan Kedua 1983–2005, orang-orang dimasukkan dalam perbudakan.[7] Meskipun Perbudakan di Mauritania dikriminalisasi pada Agustus 2007,[8] sekitar 600.000 pria, wanita, dan anak-anak, atau 20% dari populasi, sekarang diperbudak, beberapa di antaranya dijadikan sebagai buruh utang.[9] Terdapat bukti perbudakan sistematis pada akhir 1990-an dalam penanaman kakao di Afrika Barat.

  1. ^ Klein, Herbert S.; III, Ben Vinson (2007). African Slavery in Latin America and the. Caribbean (edisi ke-2nd). New York [etc.]: Oxford University Press. ISBN 978-0195189421. 
  2. ^ "Mesopotamia: The Code of Hammurabi". Diarsipkan dari versi asli tanggal 14 May 2011. e.g. Prologue, "the shepherd of the oppressed and of the slaves" Code of Laws No. 307, "If any one buy from the son or the slave of another man". 
  3. ^ "David P. Forsythe". The Globalist. 
  4. ^ David P. Forsythe (2009). "Encyclopedia of Human Rights, Volume 1". Oxford University Press. p. 399. ISBN 0-19-533402-7
  5. ^ "Anti-Slavery Society". Anti-slaverysociety.addr.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-12-13. Diakses tanggal 4 December 2011. 
  6. ^ "Inaugural Global Slavery Index Reveals more Than 29 Million people Living In Slavery". Global Slavery Index 2013. 4 October 2013. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-04-07. Diakses tanggal 17 October 2013. 
  7. ^ "Slavery, Abduction and Forced Servitude in Sudan". US Department of State. 22 May 2002. Diakses tanggal 20 March 2014. 
  8. ^ "Mauritanian MPs pass slavery law". BBC News. 9 August 2007. Diakses tanggal 4 December 2011. 
  9. ^ "The Abolition season on BBC World Service". BBC. Diakses tanggal 4 December 2011. 

From Wikipedia, the free encyclopedia · View on Wikipedia

Developed by razib.in