Soekiman Wirjosandjojo | |
---|---|
Perdana Menteri Indonesia ke-6 | |
Masa jabatan 27 April 1951 – 1 April 1952 | |
Presiden | Soekarno |
Wakil PM | Suwiryo |
Menteri Dalam Negeri Indonesia ke-6 | |
Masa jabatan 29 Januari 1948 – 4 Agustus 1949 | |
Presiden | Soekarno |
Informasi pribadi | |
Lahir | Surakarta, Hindia Belanda | 19 Juni 1898
Meninggal | 23 Juli 1974 Yogyakarta, Indonesia | (umur 76)
Partai politik | Partai Islam Indonesia (1938–1942) Masyumi (Masyumi) |
Suami/istri | Kustami |
Anak | 3 |
Profesi | Politikus |
Sunting kotak info • L • B |
Soekiman Wirjosandjojo (ejaan baru: Sukiman Wiryosanjoyo; 19 Juni 1898 – 23 Juli 1974) merupakan tokoh politik Indonesia yang menjabat sebagai Perdana Menteri Indonesia ke-6 antara 27 April 1951 hingga 3 April 1952 di bawah Kabinet Sukiman-Suwirjo. Ia juga merupakan salah seorang pendiri dan ketua umum pertama Partai Masyumi.
Lahir dalam keluarga pedagang di Surakarta, Soekiman menempuh pendidikan dokter di sekolah medis STOVIA di Batavia sebelum melanjutkan studinya ke Universitas Amsterdam di Belanda. Sempat menjadi anggota Perhimpunan Indonesia (PI) di sana, Soekiman pulang ke Indonesia dan berpraktik sebagai dokter. Di luar karier medisnya, Soekiman aktif dalam organisasi-organisasi Islam seperti Sarekat Islam (SI) dan Majelis Islam A'la Indonesia. Sebelum masuknya Jepang ke Indonesia, Soekiman pernah terlibat dalam perselisihan dengan tokoh-tokoh SI seperti H.O.S. Tjokroaminoto dan Agus Salim, sehingga ia meninggalkan SI dan membentuk partainya sendiri, Partai Islam Indonesia (PII). Selama pendudukan Jepang, Soekiman aktif dalam organisasi Pusat Tenaga Rakyat dan kemudian ditunjuk menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan.
Meskipun sempat menentang keputusan pemerintah untuk membentuk partai-partai politik, Soekiman menjadi ketua umum pertama Partai Masyumi setelah kongres perdana partai pada November 1945. Selama masa Revolusi Nasional Indonesia, ia beroposisi terhadap kabinet-kabinet Sutan Sjahrir dan Amir Sjarifuddin. Meskipun begitu, Soekiman mulai berkompromi setelah Agresi Militer I. Ia juga pernah ditunjuk menjadi Menteri Dalam Negeri dalam kabinet Mohammad Hatta dan turut serta dalam Konferensi Meja Bundar. Setelah pengakuan kedaulatan, Soekiman digantikan oleh Mohammad Natsir sebagai pemimpin partai dan menjabat perdana menteri menggantikan Natsir setelah membentuk koalisi dengan Partai Nasional Indonesia.
Kebijakan dalam negeri Soekiman sebagai perdana menteri mencakup nasionalisasi Bank Indonesia dan dimulainya sistem tunjangan hari raya untuk pegawai pemerintah. Ia juga memerintahkan penangkapan belasan ribu orang yang diduga terlibat rencana kudeta, terutama anggota-anggota Partai Komunis Indonesia. Dalam hal diplomatik, Soekiman mencoba untuk meningkatkan hubungan dengan Blok Barat, khususnya Amerika Serikat. Kubu Natsir dan Soekiman dalam Masyumi bertentangan secara politik, dan perselisihan ini menyebabkan jatuhnya kabinet Soekiman setelah skandal perundingan antara Menteri Luar Negeri Achmad Soebardjo dengan Duta Besar AS Merle Cochran. Soekiman tetap aktif di dalam Masyumi, sampai ia hengkang dari politik setelah pecahnya pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia dan dimulainya era Demokrasi Terpimpin. Ia meninggal pada tahun 1974 di Yogyakarta.