Stasiun Jatirogo
| |||
---|---|---|---|
Lokasi |
| ||
Koordinat | 6°53′9″S 111°39′26″E / 6.88583°S 111.65722°E | ||
Ketinggian | +66 m | ||
Operator | |||
Letak | |||
Layanan | - | ||
Konstruksi | |||
Jenis struktur | Atas tanah | ||
Informasi lain | |||
Kode stasiun |
| ||
Sejarah | |||
Dibuka | 1919 | ||
Ditutup | 1999-2001 | ||
Nama sebelumnya | Station Djatirogo | ||
Lokasi pada peta | |||
Stasiun Jatirogo (JTG) merupakan stasiun kereta api nonaktif yang terletak di Wotsogo, Jatirogo, Tuban. Stasiun yang terletak pada ketinggian +66 meter ini termasuk dalam Wilayah Penjagaan Aset IV Semarang.
Stasiun ini merupakan paket terakhir jalur kereta api Samarang–Joana Stoomtram Maatschappij yang akan menghubungkannya dengan jalur milik Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij. Stasiun ini merupakan stasiun bersama, difungsikan untuk mengangkut penumpang dan pasir kuarsa. Pada tanggal 1 Juni 1914, jalur Lasem–Pamotan selesai dibangun, dilanjut jalur Pamotan–Jatirogo pada tanggal 20 Februari 1919.[3]
Perpanjangan menuju Bojonegoro dilakukan oleh Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) sebagai bagian dari proyek pengangkutan pasir kuarsa dengan kereta api. Pada tanggal 1 Mei 1919, jalur tersebut telah selesai.[4]
Selama beroperasinya, jalur dan stasiun ini menjadi tulang punggung pengangkutan pasir kuarsa, tanah liat, dan gamping ke berbagai daerah dan diekspor. Hal ini juga sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Eropa, kala itu kuarsa sangat dibutuhkan dalam pengembangan ilmu fisika, kimia, dan elektronika.[5]
Akan tetapi, jalur dan stasiun ini berakhir riwayatnya sebagai tulang punggung transportasi umum pada tahun 1999. Walaupun perencanaannya dilakukan pada tahun 1999, tetapi stasiunnya baru ditutup pada tahun 2001 karena stok kuarsa yang masih ada.