Taman Wisata Alam Bantimurung, Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung | |||||||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
IUCN Kategori II (Taman Nasional) | |||||||||||||||||
Lokasi di Sulawesi Selatan | |||||||||||||||||
Letak | sebagian wilayah Lingkungan Pakalu, Kelurahan Kalabbirang, Kecamatan Bantimurung dan sebagian wilayah Dusun Bantimurung, Desa Jenetaesa, Kecamatan Simbang, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Indonesia | ||||||||||||||||
Kota terdekat | Turikale | ||||||||||||||||
Koordinat | 5°1′0″S 119°41′7″E / 5.01667°S 119.68528°E | ||||||||||||||||
Luas | 48,60 Ha[1] | ||||||||||||||||
Didirikan | 21 Februari 1919[2] | ||||||||||||||||
Pihak pengelola | Kolaboratif antara Balai TN Babul di bawah naungan KLHK dan Disparpora Maros di bawah naungan Pemkab Maros | ||||||||||||||||
|
Taman Wisata Alam Bantimurung (disingkat TWA Bantimurung) atau juga dikenal Kawasan Wisata Alam Bantimurung (disingkat KWA Bantimurung) adalah salah satu dari lima unit kawasan konservasi di wilayah Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung. Berdasarkan penataan zonasi masuk dalam zona pemanfaatan dengan luas 48,60 ha. Tak hanya sebagai kawasan konservasi, kawasan ini juga diperuntukan sebagai tempat wisata dan telah menjadi salah satu tempat wisata primadona di Sulawesi Selatan hingga saat ini. Tempat wisata yang ada di TWA Bantimurung diantaranya adalah Gua Mimpi, Helena Sky Bridge, Museum Kupu-Kupu Bantimurung, Bantimurung Waterpark, Air Terjun Bantimurung, Wisata Canoing, dan Danau Kassi Kebo. Secara letak administratif, TWA Bantimurung berada di sebagian wilayah Lingkungan Pakalu, Kelurahan Kalabbirang, Kecamatan Bantimurung dan sebagian wilayah Dusun Bantimurung, Desa Jenetaesa, Kecamatan Simbang, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Kawasan ini dikelola secara kolaboratif antara pihak Balai TN Babul KLHK dan Disparpora Pemkab Maros.[1]
Taman wisata ini mengambil nama dari Pegunungan Bantimurung berupa pegunungan karst yang membentang. Taman ini meliputi ekosistem asli dari lembah sampai pegunungan tinggi yang diliputi oleh hutan lebat khas hujan tropis. Dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.
TWA Bantimurung memiliki lanskap yang unik, gua berornamen stalaktit dan stalakmit, bernilai historis, berpanorama indah, mendukung ilmu pengetahuan, konservasi alam serta untuk kegiatan ekowisata. Pahatan alam menggores pegunungan karst di TWA Bantimurung. Pantaslah kawasan ini kerap disebut himpunan menara karst yang menjulang tinggi dengan geligir-geligir curam. Karst Maros dipandang yang terluas ke dua di dunia setelah karst Cina bagian selatan.
Di kedalaman menara-menara karst, sungai-sungai bawah tanah mengalir jernih, menyangga kehidupan masyarakat Maros-Pangkep. Di kaki-kaki tebing, mengalir mata-mata air yang tak pernah mengering. Tak hanya gundukan bukit kapur, di gua-gua karst terpendam, ornamen-ornamen liang bumi nan indah. Liang-liang gua yang vertikal menyajikan tantangan bagi para penelusur gua. Beberapa gua menyimpan jejak-jejak zaman purba, dengan lukisan manusia prasejarah. Tantangan bagi para pendaki juga terdapat di atas tanah karst Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung. Puncak Bantimurung, yang 1.353 meter dpl, dengan jalur yang relatif pendek dan medan tak terlalu sulit, menjadi favorit untuk para pecinta alam.
Tak jauh dari pintu gerbang taman nasional, air terjun Bantimurung yang sejuk menyambut para pelancong. Aneka kupu-kupu dapat dilihat di penangkaran sebelum mencapai air terjun. Di kawasan inilah, naturalis Alfred Russel Wallace pernah menjejakkan kakinya pada 1856. Wallace terkesima oleh warna-warni kupu-kupu, Julang sulawesi (Aceros cassidix), dan alam karst Maros. Hingga ia menjulukinya “The Kingdom of Butterfly”. Sejarah geologi Sulawesi telah membuat Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung, khususnya TWA Bantimurung berlimpah keanekaragaman hayati. Berada pada kawasan Wallacea, beberapa spesies endemik mendiami kawasan ini: Kuskus Sulawesi (Strigocuscus celebencis), Kuskus beruang sulawesi (Ailurops ursinus), Julang sulawesi (Aceros cassidix), Musang sulawesi (Macrogalidia musschenbroeckii), Kangkareng Sulawesi (Penelopides exarhatus), Kera hitam sulawesi (Macaca maura), dan Tarsius (Tarsius fuscus).[3]
<ref>
tidak sah;
tidak ditemukan teks untuk ref bernama :50
<ref>
tidak sah;
tidak ditemukan teks untuk ref bernama :10