Tenaga nuklir adalah penggunaan terkendali reaksi nuklir guna menghasilkan energi panas, yang digunakan untuk pembangkit listrik. Penggunaan Tenaga nuklir guna kepentingan manusia saat ini masih terbatas pada reaksi fisi nuklir dan peluruhan radioaktif.
Para peneliti sedang melakukan percobaan fusi nuklir untuk menghasilkan energi. Energi panas dari fusi nuklir jauh lebih banyak dari fisi nuklir, tetapi sampai saat ini belum dapat ditemukan wadah atau tempat sebagai reaktornya. Semua jenis batu kawah gunung meleleh jika dipakai fusi, jadi sampai saat ini fusi nuklir belum dapat digunakan untuk menghasilkan energi listrik.
Tenaga nuklir menyumbangkan sekitar 6% dari seluruh kebutuhan energi dunia, dan 13-14% kebutuhan listrik di dunia. Gabungan energi nuklir di Amerika Serikat, Prancis, dan Jepang menyumbang 50% dari seluruh pembangkit listrik nuklir yang ada.[1]
Penggunaan energi nuklir sampai saat ini masih kontroversial dan banyak memunculkan perdebatan.[2][3][4] Para pendukungnya, seperti Asosiasi Nuklir Dunia dan IAEA, mengatakan bahwa energi nuklir adalah salah satu sumber energi yang dapat mengurangi emisi karbon.[5] Yang menolak, seperti Greenpeace dan NIRS, mempercayai bahwa nuklir akan membahayakan manusia dan lingkungan.[6][7][8]
Beberapa kecelakaan akibat nuklir dan radiasi telah bermunculan. Kecelakaan akibat pembangkit listrik tenaga nuklir di antaranya Bencana Chernobyl (1986), Bencana nuklir Fukushima Daiichi (2011), dan Bencana Three Mile Island (1979).[9] Untuk kecelakaan kecil pada Kapal selam bertenaga nuklir misalnya pada K-19 (1961),[10] K-27 (1968),[11] dan K-431 (1985).[9] Penelitian internasional terus melakukan peningkatan keamanan energi nuklir, seperti dengan pengamanan nuklir pasif,[12] dan adalanya kemungkinan untuk menggunakan fusi nuklir.