Seorang Tory memiliki pandangan filsafat politik (Toryisme) yang didasarkan pada tradisionalisme dan konservatisme versi Britania, yang menjunjung tinggi supremasi tatanan sosial seperti yang telah berkembang sepanjang sejarah. Etos Tory telah disimpulkan dengan kalimat "Tuhan, Raja, dan Negara".[1] Para Tory umumnya mendukung monarkisme, biasanya dengan warisan agama Anglikan gereja tinggi,[2][3] dan menentang liberalisme dari faksi Whig. Di Britania, faksi politik Tory berasal dari kelompok Cavalier selama Peperangan Tiga Kerajaan. Mereka juga memiliki pendukung di wilayah lain yang dahulunya menjadi bagian dari Imperium Britania, seperti para Loyalis dari orang-orang Inggris, Amerika yang menentang pemisahan Amerika selama Perang Kemerdekaan Amerika Serikat. Setelah Perang Kemerdekaan Amerika Serikat, para Loyalis yang melarikan diri ke Kanada menyebut para anggota elit politik koloni sebagai Tory. Filsafat politik ini masih menonjol dalam politik Britania Raya dan juga muncul di sebagian wilayah Persemakmuran, terutama di Kanada.
Faksi politik Tory awalnya muncul di dalam Parlemen Inggris untuk menegakkan hak-hak legitimasi James, Duke of York untuk menggantikan saudaranya Charles II menduduki tahta tiga kerajaan. James menjadi seorang Katolik Roma pada saat lembaga-lembaga negara sangat independen dari Gereja Katolik Roma—ini adalah masalah untuk Krisis Pengecualian yang mendukung Bangsawan, pewaris politik para Roundhead dan Covenanter yang nonkonformis. Ada dua kementerian Tory setelah James II naik tahta: yang pertama dipimpin oleh Earl of Rochester, yang kedua oleh Lord Belasyse. Cukup banyak anggota faksi yang turut serta dalam penggulingan James II bersama para Whig untuk membela Gereja Inggris dan protestanisme definitif. Faksi Tory yang besar tapi terus berkurang tetap mendukung James di pengasingan dan ahli waris wangsa Stuart atas tahta terutama pada 1714 setelah naik tahtanya George I dari Britania raya, monarki Hanover pertama. Meskipun hanya sebagian kecil Tory mendukung pemberontakan Jacobite, ini digunakan oleh Whig untuk mendiskreditkan Tory dan menyebut mereka sebagai pengkhianat. Setelah digunakannya sistem Perdana Menteri di bawah Robert Walpole yang merupakan seorang Whig, masa jabatan Lord Bute sebagai perdana menteri di masa kekuasaan George III menandai kebangkitan Tory. Di bawah Undang-Undang Jagung (1815-1846), mayoritas Tory mendukung agrarianisme proteksionis dengan pengenaan tarif untuk menaikkan harga pangan, swasembada, dan peningkatan upah tenaga kerja di pedesaan.
Konservatisme mulai muncul pada akhir abad ke-18—ini merupakan sintesis posisi ekonomi Whig moderat dan banyak nilai-nilai sosial Tory untuk membuat filsafat politik dan faksi baru melawan Revolusi Prancis. Edmund Burke dan William Pitt yang Muda menjadi pemimpinnya. Intervensionisme dan angkatan bersenjata yang kuat akan menjadi ciri khas Toryisme bawah para Perdana Menteri berikutnya. Karena para Tory ini memimpin pembentukan Partai Konservatif maka anggota partai secara informal disebut sebagai Tory, bahkan jika mereka bukan tradisionalis. Para penganut aktual Toryisme tradisional di zaman sekarang dapat disebut sebagai "Tory Tinggi", karena nilai-nilai konservatif tradisionalis Toryisme berbeda dari nilai-nilai yang dianut oleh para anggota Partai Konservatif yang lebih liberal dan kosmopolitan. Demikian pula, Tory digunakan untuk menggambarkan anggota Partai Konservatif Kanada, terlepas dari apakah mereka adalah tradisionalis atau tidak. Istilah Tory Biru dan Tory Merah telah digunakan untuk menggambarkan dua sayap yang berbeda dari partai-partai Konservatif federal dan provinsi di Kanada.