Yurisdiksi universal adalah konsep hukum yang mengizinkan negara atau organisasi internasional untuk mengklaim yurisdiksi tanpa memandang tempat kejadian perkara dan tanpa memandang kewarganegaraan tersangka, tempat tinggalnya, atau hubungannya dengan penuntut. Kejahatan yang dituntut di bawah naungan yurisdiksi universal dianggap sebagai kejahatan terhadap semua orang dan sangat serius sehingga memungkinkan pemberlakuan yurisdiksi universal. Maka dari itu, konsep yurisdiksi universal sangat terkait dengan gagasan bahwa sebagian aturan atau norma internasional bersifat erga omnes yang memberikan kewajiban terhadap semua, serta konsep jus cogens yang menyatakan bahwa sebagian kewajiban hukum internasional mengikat untuk semua negara.[1]
Menurut Amnesty International (organisasi hak asasi manusia yang mendukung konsep yurisdiksi universal), beberapa kejahatan merupakan ancaman yang sangat serius terhadap komunitas internasional secara keseluruhan sehingga negara memiliki kewajiban logis dan moral untuk mendakwa individu yang bertanggung jawab; maka dari itu, menurut Amnesty, tidak boleh ada tempat yang aman untuk mereka yang telah melakukan kejahatan genosida,[2] kejahatan terhadap kemanusiaan, pembunuhan di luar hukum, kejahatan perang, penyiksaan dan penghilangan paksa.[3]
Penentang konsep yurisdiksi universal (seperti Henry Kissinger yang dicari di Spanyol atas tuduhan kejahatan perang)[4] menegaskan bahwa yurisdiksi universal merupakan pelanggaran kedaulatan negara dan "berisiko menciptakan tirani universal - yaitu tirani para hakim."[5][6] Selain itu, Kissinger juga berargumen bahwa secara praktis, jika negara manapun bisa mendirikan pengadilan dengan yurisdiksi universal, maka pengadilannya bisa berubah menjadi pengadilan untuk kepentingan politik atau bahkan untuk membasmi musuh-musuh negara.